RAKYAT BERSATU LAWAN KEBIJAKAN REZIM SBY YANG ANTI RAKYAT

Oleh : Aliansi Mahasiswa Anti BHP

Dalam pembukaan UUD 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa menjadi tanggung jawab negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan ditegaskan kembali dalam pasal 31, bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pemerintah wajib untuk membiayainya.

Namun, selama ini kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerinta SBY-Kalla selalu berkontradiktif dengan produk hukum tertinggi Indonesia yaitu konstitusi. Semangat yang lahir dari pengesahan UU BHP adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi para investor dan borjuasi-borjuasi komprador serta para akedemisi yang mengabdikan ilmunya kepada kepentingan imperialis. Di lain sisi merupakan sebuah bentuk lepasnya tanggung jawab konstitusional negara untuk memenuhi dan menanggung pendidikan warga negaranya. Latar belakang dari pengesahan UU BHP ini sudah sedemikian buruknya, yaitu melalui ratifikasi perjanjian perdagangan dunia dan mendapatkan payung hukumnya dalam UU Sisdiknas yang telah menuai protes secara luas dari banyak kalangan, maka apapun bentuknya dengan beberapa kali perubahan draf rancangan tetap tidak akan menghilangkan hakekat dari pengesahan UU BHP. Yaitu adanya komersialisasi dan privatisasi pendidikan. Penyelenggaran pendidikan kemudian hanya dinilai sebagai aktifitas perdagangan dan miniatur sebuah perusahaan lengkap dengan hubungan industrialnya. Karena sekali lagi, dengan dinamakannya Badan Hukum maka orientasinya adalah bagaimana mendapatkan keuntungan dari aktifitas yang dilakukan.

Dengan demikian yang dinamakan sebagai badan hukum pendidikan adalah sebuah badan hukum yang mencari keuntungan lewat aktifitasnya dengan alasan pendidikan. UU BHP kemudian hanya akan melahirkan diskriminasi terhadap warga negaranya. Terutama dilihat dari sisi kemampuan akademisnya dan kemampuan keuangannya. Padahal, sekali lagi dalam konstitusi kita ketika menyebutkan warga negara Indonesia adalah setiap individu berwarganegara Indonesia tanpa pandang bulu. Semakin miskin seorang individu maka aksesnya atas pendidikan akan semakin sempit dan terbatas. Guru ataupun dosen akan kehilangan maknanya sebagai seseorang yang bertanggungjawab untuk membentuk pribadi peserta didiknya dan hanya dinilai sebagai pendidik dan tenaga kependidikan yang tunduk dan patuh dalam perjanjian kerja yang dibuat antara pendidikan dan tenaga pendidikan dengan pihak organ pengelola BHP (baik BHP Pemerintah, BHP Pemerintah Daerah, BHP Masyarakat dan BHP Penyelenggara). Dalam UU BHP ini, institusi pendidikan tinggi kemudian diperbolehkan untuk melakukan praktek komersil dengan mendirikan sebuah badan usaha mandiri ataupun membuat perjanjian investasi dalam bentuk fortofolio untuk menutup kekurangan dari biaya pendidikan yang tidak ada jaminannya akan diperoleh dari mana (selain dari pemerintah dan peserta didik).

Pada kenyataannya UU BHP yang disahkan DPR RI tanggal 17 Desember 2008, adalah sebagai koreksi atas PP 60/61 Th 1999 yang mensyaratkan perguruan tinggi utamanya perguruan tinggi negri harus berbentuk badan hukum. Sebagai realisasi dari PP ini, ada lima PT (UI, UGM, ITB, IPB, UPI ) yang terkemuka yang dijadikan pilot project untuk menerapkan kebijakan ini. Setelah PT tersebut berubah statusnya menjadi BHMN, dampak konkret yang bisa dirasakan adalah peningkatan biaya kuliah yang berlipat-lipat, kenaikan biaya kuliah reguler di kenaikan biaya kuliah secara drastis dalam 5 (lima) tahun terakhir di kampus-kampus tersebut. Biaya kuliah reguler di UI per tahun mencapai Rp 5 juta hingga Rp 25 juta. Di UGM, mahasiswa dikenakan sumbangan
peningkatan mutu akademik (SPMA), baik jalur SPMB dan non SPMB hingga Rp 20 juta. Apalagi sejak trend jalur khusus dibuka tahun akademik 2003/2004. Rata-rata kampus seperti UI, ITB, Undip dan UGM mampu mengutip dana dari jalur khusus antara Rp 15 juta hingga Rp 150 juta per mahasiswa. Bahkan di satu departemen di ITB, ketika itu mereka menyediakan 10 bangku dengan harga 25.000 dollar AS per bangku (Kompas, 22 Juli 2006). Di tahun akademik 2006/2007, ITB tetap membuka jalur khusus melalui USM-ITB sebesar 30 persen dari total bangku kuliah. Lulusan USM-ITB akan dikenakan Sumbangan Dana Pembangunan Akademik (SDPA) antara Rp 45 juta hingga Rp 60 juta.

Sementara bagi mahasiswa reguler dikenakan biaya kuliah Rp 2 juta per semester. BHMN
juga mengancam kampus-kampus kecil yang dipastikan akan gulung tikar dalam persaingan dengan kampus-kampus besar ataupun kampus-kampus asing yang membuka jasanya di Indonesia. Selain itu, sivitas akademika seperti dosen dan karyawan juga terancam kesejahteraannya, karena akan ditetapkan sebagai tenaga kerja kontrak. Sementara bagi mahasiswa atau pelajar akan terus menjadi sapi perahan karena dituntut membiayai sekian pembiayaan pendidikan. Ketika UU BHP adalah koreksi dari BHMN, dan nota benenya UU BHP, tidak hanya mengatur perguruan tinggi, tapi Undang-undang ini mensyaratkan semua penyelenggara pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Maka secara otomatis pelipat gandaan biaya pendidikan tidak hanya di perguruan tinggi tapi sampai SD bahkan TK. Dan tidak hanya kampus-kampus kecil yang akan gulung tikar karena persaingan dengan kampus-kampus besar, tapi dapat dipastikan sekolah-sekolah kecil juga akan ikut gulung tikar karena Undang-undang ini.

Konsideran dalam huruf a UU BHP menyebutkan, bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional bedasarkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945, diperlukan otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar, menengah serta otonomi perguruan tinggi pada pendidikan tinggi. Dalam penjelasan UU BHP dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi perguruan tinggi adalah kemandirian perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya. Dengan demikian istilah manajemen berbasis sekolah/madrasah dan otonomi perguruan tinggi adalah kata lain dari lepasnya negara atas kewajibannya memenuhi hak pendidikan warga negaranya.

Pemberlakukan UU BHP ini pada dasarnya hanya akan menambah represifitas dan pengekangan terhadap proses demokratisasi kampus. Pemukulan terhadap aksi-aksi penolakan pengesahan UU BHP di kampus-kampus di Indonesia seolah menjadi tumbal yang mahal demi pengesahan UU yang sangat anti rakyat ini.inipun terjadi di malang dimana aliansi mahasiswa anti BHP melakukan aksi pada tanggal 5 januari kemaren yang menuntut dicabutnya UU BHP di kampus UB mendapatkan reaksi keras dari aparat kepoliasian berujung penangkapan dan pemukulan yang dilakukan aparat kepolisian kepada massa aksi di bawah komando rektor UB dan rezim SBY-KALLA. Benang merah dari fakta objektif diatas adalah rezim SBY KALLA yang saat ini berkuasa, sejatinya mempunyai watak sebagai pelayan tuan modal Imperialisme pimpinan AS, yang selalu tunduk pada kerakusan imperialis dan selalu menindas rakyatnya sendiri, maka dari itu kami ALIANSI MAHASISWA ANTI BHP menyatakan sikap: Cabut Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan

0 komentar:

Posting Komentar