innalillahi wa inna ilaihi raji'un......

Gempa berkekuatan besar mengguncang wilayah Sumatera Barat pada Rabu (30/9) pukul 17.16 WIB. Data yang diungkap Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa gempa dengan kekuatan magnitude 7.6 SR berpusat di lokasi 0,84 LS – 99,65 BT. Gempa terjadi di 71 km atau 57 km barat daya Pariaman, Sumatera Barat.
Warga Kota Jambi dan sekitarnya juga merasakan goncangan gempa yang berpusat di Pariaman, Sumbar, itu.
Kepala BMKG Provinsi Jambi Remus L Tobing, ketika dikonfirmasi, membenarkan kabar bahwa telah terjadi gempa dengan guncangan yang cukup kuat. Namun, gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.
Guncangan yang menggetarkan lampu-lampu gantung tersebut membuat sejumlah warga Kota Jambi berlarian keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Belum diperoleh informasi adanya kerusakan atau korban akibat goncangan gempa yang juga dirasakan di sejumlah kabupaten di Jambi, Bengkulu, dan Aceh itu.
Korban gempa
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya ada 200 orang korban tewas dan 500 bangunan hancur akibat gempa berkekuatan 7,6 Scala Richter yang mengguncang Sumatera Barat, Rabu (30/9) sore.
Data yang diperoleh pada pukul 02.00 WIB tersebut, diperkirakan akan terus bertambah mengingat ratusan orang masih belum diketahui nasibnya karena tertimbun di bawah reruntuhan bangunan. “Laporan yang masuk sementara ada sekitar 100 sampai dengan 200 orang korban tewas, 500 bangunan rusak atau hancur. Ada sekitar seratus orang lagi yang masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan, baik yang ada di sekolah maupun di bawah reruntuhan gedung-gedung itu,” kata Kepala Pusat Data dan Infomasi BNPB Priyadi Handoko di kantor BNPB, Jakarta, Kamis (1/10).
Data tersebut diperoleh BNPB berdasarkan laporan sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) daerah Padang.
Dampak pada perekonomian
Harga bahan bakar minyak (BBM) di tingkat pengecer di Kota Padang melonjak hingga Rp10.000/liter seiring dengan menipisnya persediaan.
Berdasarkan pantauan di Padang, Kamis (1/10), stok bahan bakar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) maupun di tingkat pengecer di kota tersebut mulai menipis, sehingga harga melonjak hingga mencapai Rp10.000 per liter.
Kebutuhan BBM di Kota Padang meningkat akibat aksi borong masyarakat yang khawatir tidak mendapatkan BBM setelah gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter pada Rabu sore (30/9) melumpuhkan aktivitas kota tersebut.
Masyarakat tampak tidak hanya menyerbu SPBU tetapi juga kios-kios pengecer BBM di Kota Padang. Diperkirakan aktivitas masyarakat kota tersebut akan lumpuh pada Kamis siang, mengingat stok BBM di beberapa SPBU sudah mulai habis.
Masyarakat Kota Padang mulai kesulitan untuk mencari BBM jenis premium, sehingga lebih memilih tidak berpergian dengan menggunakan kendaraan.
Sebelumnya Wali Kota Padang Fauzi Bahar menginstruksikan agar pemilik SPBU tetap membuka tempat pengisian bahan bakarnya, mengingat kebutuhan BBM masyarakat cukup tinggi pascagempa.
Respon pemerintah
Kamis (1/10) pagi ini, beberapa pesawat Hercules, Fokker 50, dan helikopter mengangkut 40 ton bantuan logistik ke Padang. Dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, pesawat bertolak pukul 07.00 WIB.
Semalam, Kepala Pusat Data dan Infomasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Priyadi Handoko di kantor BNPB, Jakarta mengatakan pihaknya menyiapkan 35 ton bantuan berupa selimut, tenda, mesin genset, dan beberapa perlengkapan pendukung lainnya.
Selain dari BNPB, Departemen Kesehatan juga akan mengirim 2 ton obat-obatan. Sementara, Departemen Sosial mengirim 3 ton makanan keluarga dan bayi. “Yang ada di kita cukup banyak. Yang besok mau dibawa, yaitu obat-obatan dari Depkes ada 2 ton, kemudian dari Depsos ada 3 ton ada family dan baby food,” paparnya.
BNPB berharap, seluruh bantuan logisltik tersebut bisa diangkut seluruhnya meski dilakukan secara bertahap.
Keajaiban gempa padang
Sebanyak tujuh siswa peserta bimbingan belajar Gama berhasil diselamatkan dari gedung yang runtuh akibat gempa berkekuatan 7,6 skala richter yang mengguncang Sumatera Barat, Rabu (30/9).
Berdasarkan laporan dari Pandang, Kamis (1/10) dini hari, sebanyak 19 anak terjebak dalam reruntuhan gedung tempat mereka mendapatkan bimbingan belajar di Jalan Proklamasi.
Sebelas di antaranya telah dapat dievakuasi, sedangkan delapan lainnya masih dalam proses pencarian. Dari sebelas anak yang telah dievakuasi tujuh di antaranya selamat, sedangkan empat lainnya meninggal dunia.
Hingga berita diturunkan proses pencarian delapan anak lainnya masih dilanjutkan oleh TNI, Polri, Satpol PP, dan masyarakat dengan menggunakan peralatan seadanya, seperti linggis dan gergaji.
Untuk membantu jalannya pencarian, tim evakuasi tersebut menggunakan genset dan lampu mobil untuk mencari korban yang masih tertimbun reruntuhan gedung bimbingan belajar tersebut.
Korban yang selamat namun mengalami luka berat dilarikan ke Rumah Sakit M Jamit dan Rumah Sakit Tentara di Ganting.
Sebelumnya Menko Kesra Aburizal Bakrie mengatakan akan memimpin tujuh Menteri lainnya pada pukul 6.00 WIB, Kamis, untuk memberikan bantuan dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah secara langsung guna membantu warga Sumbar yang menjadi korban gempa.
Aburizal juga mengatakan akan membawa bantuan berupa tenda, obat-obatan dari Jakarta. Sedangkan bantuan makanan akan dibeli di Padang.
Warga Kota Jambi dan sekitarnya juga merasakan goncangan gempa yang berpusat di Pariaman, Sumbar, itu.
Kepala BMKG Provinsi Jambi Remus L Tobing, ketika dikonfirmasi, membenarkan kabar bahwa telah terjadi gempa dengan guncangan yang cukup kuat. Namun, gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.
Guncangan yang menggetarkan lampu-lampu gantung tersebut membuat sejumlah warga Kota Jambi berlarian keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Belum diperoleh informasi adanya kerusakan atau korban akibat goncangan gempa yang juga dirasakan di sejumlah kabupaten di Jambi, Bengkulu, dan Aceh itu.
Korban gempa
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya ada 200 orang korban tewas dan 500 bangunan hancur akibat gempa berkekuatan 7,6 Scala Richter yang mengguncang Sumatera Barat, Rabu (30/9) sore.
Data yang diperoleh pada pukul 02.00 WIB tersebut, diperkirakan akan terus bertambah mengingat ratusan orang masih belum diketahui nasibnya karena tertimbun di bawah reruntuhan bangunan. “Laporan yang masuk sementara ada sekitar 100 sampai dengan 200 orang korban tewas, 500 bangunan rusak atau hancur. Ada sekitar seratus orang lagi yang masih tertimbun di bawah reruntuhan bangunan, baik yang ada di sekolah maupun di bawah reruntuhan gedung-gedung itu,” kata Kepala Pusat Data dan Infomasi BNPB Priyadi Handoko di kantor BNPB, Jakarta, Kamis (1/10).
Data tersebut diperoleh BNPB berdasarkan laporan sementara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) daerah Padang.
Dampak pada perekonomian
Harga bahan bakar minyak (BBM) di tingkat pengecer di Kota Padang melonjak hingga Rp10.000/liter seiring dengan menipisnya persediaan.
Berdasarkan pantauan di Padang, Kamis (1/10), stok bahan bakar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) maupun di tingkat pengecer di kota tersebut mulai menipis, sehingga harga melonjak hingga mencapai Rp10.000 per liter.
Kebutuhan BBM di Kota Padang meningkat akibat aksi borong masyarakat yang khawatir tidak mendapatkan BBM setelah gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter pada Rabu sore (30/9) melumpuhkan aktivitas kota tersebut.
Masyarakat tampak tidak hanya menyerbu SPBU tetapi juga kios-kios pengecer BBM di Kota Padang. Diperkirakan aktivitas masyarakat kota tersebut akan lumpuh pada Kamis siang, mengingat stok BBM di beberapa SPBU sudah mulai habis.
Masyarakat Kota Padang mulai kesulitan untuk mencari BBM jenis premium, sehingga lebih memilih tidak berpergian dengan menggunakan kendaraan.
Sebelumnya Wali Kota Padang Fauzi Bahar menginstruksikan agar pemilik SPBU tetap membuka tempat pengisian bahan bakarnya, mengingat kebutuhan BBM masyarakat cukup tinggi pascagempa.
Respon pemerintah
Kamis (1/10) pagi ini, beberapa pesawat Hercules, Fokker 50, dan helikopter mengangkut 40 ton bantuan logistik ke Padang. Dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, pesawat bertolak pukul 07.00 WIB.
Semalam, Kepala Pusat Data dan Infomasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Priyadi Handoko di kantor BNPB, Jakarta mengatakan pihaknya menyiapkan 35 ton bantuan berupa selimut, tenda, mesin genset, dan beberapa perlengkapan pendukung lainnya.
Selain dari BNPB, Departemen Kesehatan juga akan mengirim 2 ton obat-obatan. Sementara, Departemen Sosial mengirim 3 ton makanan keluarga dan bayi. “Yang ada di kita cukup banyak. Yang besok mau dibawa, yaitu obat-obatan dari Depkes ada 2 ton, kemudian dari Depsos ada 3 ton ada family dan baby food,” paparnya.
BNPB berharap, seluruh bantuan logisltik tersebut bisa diangkut seluruhnya meski dilakukan secara bertahap.
Keajaiban gempa padang
Sebanyak tujuh siswa peserta bimbingan belajar Gama berhasil diselamatkan dari gedung yang runtuh akibat gempa berkekuatan 7,6 skala richter yang mengguncang Sumatera Barat, Rabu (30/9).
Berdasarkan laporan dari Pandang, Kamis (1/10) dini hari, sebanyak 19 anak terjebak dalam reruntuhan gedung tempat mereka mendapatkan bimbingan belajar di Jalan Proklamasi.
Sebelas di antaranya telah dapat dievakuasi, sedangkan delapan lainnya masih dalam proses pencarian. Dari sebelas anak yang telah dievakuasi tujuh di antaranya selamat, sedangkan empat lainnya meninggal dunia.
Hingga berita diturunkan proses pencarian delapan anak lainnya masih dilanjutkan oleh TNI, Polri, Satpol PP, dan masyarakat dengan menggunakan peralatan seadanya, seperti linggis dan gergaji.
Untuk membantu jalannya pencarian, tim evakuasi tersebut menggunakan genset dan lampu mobil untuk mencari korban yang masih tertimbun reruntuhan gedung bimbingan belajar tersebut.
Korban yang selamat namun mengalami luka berat dilarikan ke Rumah Sakit M Jamit dan Rumah Sakit Tentara di Ganting.
Sebelumnya Menko Kesra Aburizal Bakrie mengatakan akan memimpin tujuh Menteri lainnya pada pukul 6.00 WIB, Kamis, untuk memberikan bantuan dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah secara langsung guna membantu warga Sumbar yang menjadi korban gempa.
Aburizal juga mengatakan akan membawa bantuan berupa tenda, obat-obatan dari Jakarta. Sedangkan bantuan makanan akan dibeli di Padang.
kegiatan BEM FH UNMER

BEM FH BANYAK ACARA NIH
2 OKTOBER = Lebaran keliling
16-18 oktober = Mapelka
22-23 oktober = bazar buku
24 Oktober = lomba bilyard
6-7 November = Enjoy D' Law Faculty
7-12 desember = study ekskursi (jkt, bdg, Jogja )
JOIN US!!!!!
Label:
kabar kegiatan
KEPADA pARA pENGUNJUNG

KAMI SEGENAP CREW BEM FAKULTAS HUKUM UNMER-MALANG mengucapkan "SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA"
Ttd. Herdy
Tiga Dosa Wartawan dalam Peliputan Terorisme

Kamis, 27 Agustus 2009 | 19:19 WIB
Dalam melakukan tugas jurnalistiknya dalam peliputan kasus-kasus terorisme, para wartawan dinilai melakukan kesalahan besar. Demikian dikatakan Leo Batubara, Wakil Ketua Dewan Pers, di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (27/8), terkait maraknya pemberitaan mengenai tindakan terorisme di media massa.
"Ada tiga dosa media dalam liputan bom," kata dia. Dosa yang pertama, banyak tayangan di media yang sebenarnya tidak patut untuk ditampilkan karena menimbulkan rasa takut dan trauma. Kedua, saat ini wartawan bertindak menjadi interogator terhadap anggota keluarga yang diduga sebagai teroris. Padahal, hal tersebut tidak dibenarkan dalam kode etik. Dan dosa yang ketiga, kata Leo, wartawan juga seperti malas mencari alternatif versi lain dari apa yang disampaikan sumber resmi.
Leo menyayangkan hal tersebut karena, menurutnya, tugas pokok wartawan adalah memberikan informasi kepada masyarakat. Adalah suatu kewajiban bagi wartawan untuk membuat masyarakat melek informasi. Meski demikian, wartawan harus dapat memilah mana berita yang pantas untuk dikonsumsi publik.
Ia menuturkan, alat ukur patut tidaknya sesuatu kejadian diberitakan adalah lima fungsi pers, kode etik jurnalistik, dan standar program siaran. "Yang penting dulu tahu dasarnya. Apakah itu pantas di-shoot? Kalau media cetak apakah itu pantas di-print," ujarnya.
Bedah film d' Massage

pada hari kamis tanggal 30 juli 2009 pukul 09:00 WIB s.d 14:00 WIB diadakan nonton dan bedah film d' massage dalam rangka memperingati hari besar islam isra' mi'raj yang diadakan oleh departemen penalaran hukum Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum periode 2009-2010 di hadiri oleh beberapa SMA se malang raya seperti SMA 9, SMA Wisnuwardhana, SMA 5 malang. Acara ini juga di dukung oleh Ta'mir masid Al huda universitas merdeka malang yang di ketuai oleh Bp. Kasuwi.....
Label:
kabar kegiatan
Bawaslu Putuskan Dugaan Pelanggaran KPU dan Telekonferensi SBY
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menggelar pleno Kamis (16/7) siang ini untuk memutuskan hasil pemeriksaan atas dugaan pelanggaran dan penyimpangan pemilihan presiden yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Selain itu juga atas rangkaian pemeriksaan tim pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
"Kami pleno siang ini sekitar jam 12.00 atau jam 13.00. Kita kan sudah mengklarifikasi beberapa orang, nanti akan di kaji di pleno," kata Anggota Bawaslu Wahidah Suaib, Jakarta, Kamis (16/7).
Hasil pemeriksaan yang dibahas hari ini di antaranya, dugaan pelanggaran KPU terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT), logistik, pengurangan Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga 69 ribu, serta keterlibatan lembaga asing The International Foundation of Electoral Systems (IFES) dalam penyelenggaraan tabulasi nasional menggunakan layanan pesan singkat (SMS).
"Kita kemarin sudah mengklarifikasi beberapa orang, termasuk anggota KPU dan IFES. Mudah-mudahan cukup," ujar perempuan berjilbab ini.
Namun, lanjut Wahidah, tidak menutup kemungkinan Bawaslu juga akan memanggil pihak lain, seperti Telkomsel untuk masalah tabulasi nasional. "Itu nanti akan kita plenokan," ujarnya.
Kemudian mengenai acara telekonferensi calon presiden sekaligus Presiden SBY dengan gubernur se-Indonesia pada 7 Juli 2009 lalu juga akan diplenokan. Oleh kubu Mega-Prabowo, SBY dilaporkan ke Bawaslu karena ditengarai melakukan kampanye di luar jadwal dan menyalahgunakan jabatan.
Diberitakan sebelumnya, Rabu (15/7) tim kampanye nasional SBY-Boediono menyambangi Bawaslu untuk memberikan klarifikasi. Dalam keterangannya ke Bawaslu, timkamnas pasangan yang diusung Partai Demokrat ini membantah adanya unsur kampanye dalam telekonferensi tersebut. Disamping itu, Bawaslu juga memanggil Mendagri Mardiyanto yang juga hadir memberikan keterangan ke Bawaslu sekitar pukul 19.00.
"Masalah telekonferensi ini akan kita putuskan hari ini," tegasnya.
»» READMORE...
"Kami pleno siang ini sekitar jam 12.00 atau jam 13.00. Kita kan sudah mengklarifikasi beberapa orang, nanti akan di kaji di pleno," kata Anggota Bawaslu Wahidah Suaib, Jakarta, Kamis (16/7).
Hasil pemeriksaan yang dibahas hari ini di antaranya, dugaan pelanggaran KPU terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT), logistik, pengurangan Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga 69 ribu, serta keterlibatan lembaga asing The International Foundation of Electoral Systems (IFES) dalam penyelenggaraan tabulasi nasional menggunakan layanan pesan singkat (SMS).
"Kita kemarin sudah mengklarifikasi beberapa orang, termasuk anggota KPU dan IFES. Mudah-mudahan cukup," ujar perempuan berjilbab ini.
Namun, lanjut Wahidah, tidak menutup kemungkinan Bawaslu juga akan memanggil pihak lain, seperti Telkomsel untuk masalah tabulasi nasional. "Itu nanti akan kita plenokan," ujarnya.
Kemudian mengenai acara telekonferensi calon presiden sekaligus Presiden SBY dengan gubernur se-Indonesia pada 7 Juli 2009 lalu juga akan diplenokan. Oleh kubu Mega-Prabowo, SBY dilaporkan ke Bawaslu karena ditengarai melakukan kampanye di luar jadwal dan menyalahgunakan jabatan.
Diberitakan sebelumnya, Rabu (15/7) tim kampanye nasional SBY-Boediono menyambangi Bawaslu untuk memberikan klarifikasi. Dalam keterangannya ke Bawaslu, timkamnas pasangan yang diusung Partai Demokrat ini membantah adanya unsur kampanye dalam telekonferensi tersebut. Disamping itu, Bawaslu juga memanggil Mendagri Mardiyanto yang juga hadir memberikan keterangan ke Bawaslu sekitar pukul 19.00.
"Masalah telekonferensi ini akan kita putuskan hari ini," tegasnya.
Label:
artikel
Pengacara Hariadi Sadono Minta Penahanan Ditangguhkan

Alamsyah Hanafiah, pengacara tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN Persero), Hariadi Sadono, mengajukan penangguhan penahanan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kliennya itu dari tahanan rutan menjadi tahanan kota.
Pengajuan ini disampaikan tim pengacara kepada KPK, Kamis (16/7), bersamaan dengan pemeriksaan Hariadi Sadono sebagai tersangka di Kantor KPK. Surat pengajuan penangguhan penahanan Hariadi yang selama ini ditahan di Rutan Cipinang disertai dengan surat pernyataan dan jaminan dari istri tersangka, Diana Ulfah.
Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, pengacara beralasan bahwa penahanan dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup. "Menurut hemat kami, dasar konsideran pertimbangan dari penyidik KPK dalam melakukan tindakan penahanan tersebut adalah tidak memenuhi alasan-alasan penahanan," demikian dituliskan dalam surat pengajuan penangguhan penahanan.
Hariadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan ditahan atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan outsourcing atau pengelolaan manajemen pelanggan (customer management system) pada PT PLN (Persero) Disjatim tahun 2004-2008.
Bawaslu Minta Klarifikasi ke Mega-Pro, Siang Ini

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan meminta klarifikasi kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden, Megawati Soekarnoputri-Prabowo, Kamis (9/7) siang ini. Bawaslu meminta klarifikasi keduanya atas dugaan pelanggaran kampanye yang dilaporkan tim sukses SBY-Boediono.
"Kita pasti akan menanyakan pelaporan mengenai pidato yang dibacakan oleh Ibu Mega dan Pak Prabowo pada hari, saya lupa harinya, tapi pada saat masa tenang," ujar Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina Sitorus, kepada wartawan, Kamis (9/7).
Menurut dia, Megawati akan datang pada pukul 14.00, sedangkan Prabowo diundang satu setengah jam kemudian.
Sebelumnya, Mega-Pro diduga melakukan kampanye pada masa tenang, tepatnya pada Selasa (7/7). Dia menuturkan, pelapor menduga pasangan tersebut berpidato dengan nada seperti berkampanye pada masa tenang. Padahal, kata dia, pasangan capres-cawapres dilarang berkampanye pada masa tenang.
Klarifikasi ini akan menentukan sikap Bawaslu terkait dugaan pelanggaran tersebut. Melalui klarifikasi, Bawaslu akan memutuskan tindak lanjut kasus ini. Jika memang ada pelanggaran, Bawaslu akan menentukan jenis pelanggarannya.
"Apa itu masuk pelanggaran administrasi atau pidana, maka kita harus melakukan klarifikasi dulu. Nah, ini kita mengundang Ibu Megawati dan Bapak Prabowo dalam rangka melakukan klarifikasi terhadap apa yg disampaikan ketika itu," kata dia.
Jika pasal yang dilanggar terkait tindak pidana pemilu, lanjutnya, Bawaslu akan melanjutkan laporan tersebut ke kepolisian. Namun, kalau pasal yang dilanggar adalah pasal administrasi, Bawaslu akan melanjutkannya ke Komisi Pemilihan Umum.
Menurut dia, pada saat itu memang ada sebagian anggota Bawaslu yang menonton pidato Mega-Prabowo. Namun, Bawaslu tidak dapat menentukan sikap sebelum ada klarifikasi.
Kepiting: Seafood Lezat, Kaya Manfaat
Di balik cangkangnya yang keras, kepiting ternyata memiliki daging yang lembut seperti daging ikan. Tidak hanya itu, seafood ‘mahal' ini sangat diminati banyak orang karena rasanya yang sangat lezat.
Kepiting sangat mudah kita jumpai di pasar tradisional atau supermarket. Kepiting juga disajikan sebagai seafood dalam beragam jenis masakan baik di warung-warung tenda di tepi jalan maupun di restoran kelas atas. Kepiting diolah menjadi berbagai masakan lezat seperti kepiting asam manis, kepiting bumbu lada hitam, kepiting gulai, asparagus kepiting bahkan omelet kepiting atau sekedar dimasak kepiting rebus saja. Daging kepiting tidak hanya diminati karena rasanya yang lezat tetapi juga menyehatkan mengandung beragam nutrisi penting.
Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, cangkangnya pun pun memiliki nilai lebih. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peran sebagai antiviral dan anti bakteri. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang murah dan aman.
Kandungan Nutrisi Kepiting
Kaya akan protein
Kandungan protein kepiting kurang lebih sekitar 22 gr/100 gr. Kandungan asam aminonya juga berprofil lengkap. Asam amino yang jumlahnya paling tinggi tiap 100 gramnya adalah glutamate 3474 mg, aspartat 2464 mg, arginin 1946 mg, lysine 1939 mg dan leusin 1768 mg.
Kaya asam lemak omega-3
Seperti halnya hasil hewani laut lainnya, kepiting juga kaya asam lemak omega-3 yaitu sebesar 407 mg /100 gr.
Tinggi kandungan vitamin B12
Kepiting juga mengandung vitamin B12 yang tinggi yaitu sekitar 10,4 mcg/100 mg. Kandungan ini sudah mampu mencukupi kebutuhan harian vitamin B12 sebesar 174%. Selain itu kepiting juga mengandung niacin dan riboflavin dalam jumlah yang cukup baik untuk kesehatan.
Kaya mineral zinc, copper dan selenium
Sebagai hasil laut, kepiting juga kaya kandungan mineral. Kandungan mineral yang tertinggi untuk 100 gr kepiting adalah selenium 48 mcg (68% kebutuhan harian), copper 0,7 mg (37% kebutuhan harian) dan zinc 5,5 mg (36% kebutuhan harian).
Manfaat Kandungan Nutrisi Kepiting
* Kandungan protein yang tinggi berfungsi vital bagi tubuh sebagai pembentuk enzim, pembentukan sel organ dan otot, pembentuk hormon, perbaikan sel yang rusak, pengatur metabolisme, dan pembentuk sistem kekebalan tubuh.
* Kandungan vitamin B12 sangat baik untuk menghasilkan energi dan pertumbuhan, meningkatkan metabolisme asam amino dan asam lemak, produksi sel darah merah, serta meningkatkan kesehatan syaraf dan kulit.
* Asam lemak omega-3 dalam kepiting berfungsi menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah sehingga mencegah penyakit kardiovaskular (jantung), meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan fungsi sistem syaraf dan kesehatan mata, dan meningkatkan kecerdasan otak bila diberikan sejak dini.
* Mineral selenium berperan sebagai antioksidan untuk mencegah kerusakan sel dari radikal bebas penyebab kanker dan penyakit jantung. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker dan pengrusakan kromosom, juga meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri serta mencegah peradangan.
* Mineral copper berfungsi sebagai komponen enzim redox, pembentukan selda rah merah, otot, syaraf, tulang dan otak, serta mencegah penyakit tulang dan syaraf.
* Mineral zinc berfungsi untuk komponen pembentuk enzim-enzim tubuh, sel darah merah, sistem kekebalan tubuh, mencegah pembesaran prostat, mencegah kerontokan rambut.
* Kerang sangat cocok untuk menu diet yang tinggi protein karena mengandung lemak jenuh yang sangat rendah hanya 0,2 gram/ 100gram.
Tips Sehat Konsumsi Kepiting
* Sebaiknya Anda tidak mengolah kepiting dengan cara digoreng
* Meski mengandung berbagai nutrisi yang menyehatkan, kepiting juga mengandung kolesterol yang cukup tinggi yaitu 76 mg/ 100gr. Konsumsi kolesterol per hari yang dianjurkan maksimal sekitar 300 mg. Sajian kepiting berukuran sedang setiap hari sudah cukup untuk mendapatkan semua manfaatnya.
* Kepiting mengandung basa purin yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Pengidap penyakit asam urat atau gout lebih baik menghindari atau sangat membatasi konsumsi kepiting.
* Untuk kepiting cangkang lunak/soka, kulitnya tidak perlu disisihkan, nilai nutrisinya juga tinggi, terutama kandungan chitosan dan karotenoid yang biasanya banyak terdapat pada cangkang.
»» READMORE...
Kepiting sangat mudah kita jumpai di pasar tradisional atau supermarket. Kepiting juga disajikan sebagai seafood dalam beragam jenis masakan baik di warung-warung tenda di tepi jalan maupun di restoran kelas atas. Kepiting diolah menjadi berbagai masakan lezat seperti kepiting asam manis, kepiting bumbu lada hitam, kepiting gulai, asparagus kepiting bahkan omelet kepiting atau sekedar dimasak kepiting rebus saja. Daging kepiting tidak hanya diminati karena rasanya yang lezat tetapi juga menyehatkan mengandung beragam nutrisi penting.
Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, cangkangnya pun pun memiliki nilai lebih. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peran sebagai antiviral dan anti bakteri. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang murah dan aman.
Kandungan Nutrisi Kepiting
Kaya akan protein
Kandungan protein kepiting kurang lebih sekitar 22 gr/100 gr. Kandungan asam aminonya juga berprofil lengkap. Asam amino yang jumlahnya paling tinggi tiap 100 gramnya adalah glutamate 3474 mg, aspartat 2464 mg, arginin 1946 mg, lysine 1939 mg dan leusin 1768 mg.
Kaya asam lemak omega-3
Seperti halnya hasil hewani laut lainnya, kepiting juga kaya asam lemak omega-3 yaitu sebesar 407 mg /100 gr.
Tinggi kandungan vitamin B12
Kepiting juga mengandung vitamin B12 yang tinggi yaitu sekitar 10,4 mcg/100 mg. Kandungan ini sudah mampu mencukupi kebutuhan harian vitamin B12 sebesar 174%. Selain itu kepiting juga mengandung niacin dan riboflavin dalam jumlah yang cukup baik untuk kesehatan.
Kaya mineral zinc, copper dan selenium
Sebagai hasil laut, kepiting juga kaya kandungan mineral. Kandungan mineral yang tertinggi untuk 100 gr kepiting adalah selenium 48 mcg (68% kebutuhan harian), copper 0,7 mg (37% kebutuhan harian) dan zinc 5,5 mg (36% kebutuhan harian).
Manfaat Kandungan Nutrisi Kepiting
* Kandungan protein yang tinggi berfungsi vital bagi tubuh sebagai pembentuk enzim, pembentukan sel organ dan otot, pembentuk hormon, perbaikan sel yang rusak, pengatur metabolisme, dan pembentuk sistem kekebalan tubuh.
* Kandungan vitamin B12 sangat baik untuk menghasilkan energi dan pertumbuhan, meningkatkan metabolisme asam amino dan asam lemak, produksi sel darah merah, serta meningkatkan kesehatan syaraf dan kulit.
* Asam lemak omega-3 dalam kepiting berfungsi menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah sehingga mencegah penyakit kardiovaskular (jantung), meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan fungsi sistem syaraf dan kesehatan mata, dan meningkatkan kecerdasan otak bila diberikan sejak dini.
* Mineral selenium berperan sebagai antioksidan untuk mencegah kerusakan sel dari radikal bebas penyebab kanker dan penyakit jantung. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker dan pengrusakan kromosom, juga meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi virus dan bakteri serta mencegah peradangan.
* Mineral copper berfungsi sebagai komponen enzim redox, pembentukan selda rah merah, otot, syaraf, tulang dan otak, serta mencegah penyakit tulang dan syaraf.
* Mineral zinc berfungsi untuk komponen pembentuk enzim-enzim tubuh, sel darah merah, sistem kekebalan tubuh, mencegah pembesaran prostat, mencegah kerontokan rambut.
* Kerang sangat cocok untuk menu diet yang tinggi protein karena mengandung lemak jenuh yang sangat rendah hanya 0,2 gram/ 100gram.
Tips Sehat Konsumsi Kepiting
* Sebaiknya Anda tidak mengolah kepiting dengan cara digoreng
* Meski mengandung berbagai nutrisi yang menyehatkan, kepiting juga mengandung kolesterol yang cukup tinggi yaitu 76 mg/ 100gr. Konsumsi kolesterol per hari yang dianjurkan maksimal sekitar 300 mg. Sajian kepiting berukuran sedang setiap hari sudah cukup untuk mendapatkan semua manfaatnya.
* Kepiting mengandung basa purin yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Pengidap penyakit asam urat atau gout lebih baik menghindari atau sangat membatasi konsumsi kepiting.
* Untuk kepiting cangkang lunak/soka, kulitnya tidak perlu disisihkan, nilai nutrisinya juga tinggi, terutama kandungan chitosan dan karotenoid yang biasanya banyak terdapat pada cangkang.
BK Minta Isu SARA Tidak Digunakan Kampanye Pilpres
Ketua Umum Ormas Benteng Kedaulatan (BK), Farhan Effendy yang juga anggota tim sukses SBY-Boediono, meminta kalangan masyarakat tidak menggunakan isu suku, agama, ras, antaragolongan (SARA) dalam kampanye negatif pilpres 2009 untuk meraih kemenangan.
Farhan Effendy mengemukakan hal itu di Jakarta, Kamis, menanggapi maraknya selebaran gelap yang menyebutkan Ny Herawati Boediono bergama non-Islam.
Menurut Farhan, kampanye negatif (black campaign) yang menggunakan isu SARA sudah tidak tepat lagi untuk saat ini.
Ia menilai, isu agama yang digunakan dalam berpolitik justru akan membuat bangsa ini semakin mundur ke belakang karena rakyat tidak menggubris hal-hal seperti itu. Masyarakat akan menilai lebih arif dan bijaksana demi kepentingan bangsa ini.
Farhan mengajak para elit politik untuk berpolitik secara santun dalam pilpres. "Berpolitiklah dengan santun dalam pilpres ini, jangan menggulirkan isu SARA sebagai tamengnya," ujaranya.
"Kalau kita memang setia kepada Pancasila dan UUD 1945 serta menjunjung tinggi nilai demokrasi, mari kita dijaga dengan berkualitas. Jangan munculkan isu-isu SARA untuk menjelek-jelekan salah satu capres tertentu," katanya.
Farhan menegaskan, sangat tidak etis menggunakan isu agama untuk kepentingan politik, karena agama merupakan hak masing-masing individu yang dijamin dalam UUD 1945 dan Pancasila.
"Saya yakin bahwa Bu Herawati Boediono dari kecil memang beragama Islam," kata Farhan Effendy.
Pada kesempatan terpisah, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring yang juga pendukung pasangan SBY-Boediono menegaskan, bahwa Ny Herawati Beoediono adalah seorang muslimah yang telah mengikuti pengajian agama Islam bersama para ibu-ibu anggota PKS.
»» READMORE...
Farhan Effendy mengemukakan hal itu di Jakarta, Kamis, menanggapi maraknya selebaran gelap yang menyebutkan Ny Herawati Boediono bergama non-Islam.
Menurut Farhan, kampanye negatif (black campaign) yang menggunakan isu SARA sudah tidak tepat lagi untuk saat ini.
Ia menilai, isu agama yang digunakan dalam berpolitik justru akan membuat bangsa ini semakin mundur ke belakang karena rakyat tidak menggubris hal-hal seperti itu. Masyarakat akan menilai lebih arif dan bijaksana demi kepentingan bangsa ini.
Farhan mengajak para elit politik untuk berpolitik secara santun dalam pilpres. "Berpolitiklah dengan santun dalam pilpres ini, jangan menggulirkan isu SARA sebagai tamengnya," ujaranya.
"Kalau kita memang setia kepada Pancasila dan UUD 1945 serta menjunjung tinggi nilai demokrasi, mari kita dijaga dengan berkualitas. Jangan munculkan isu-isu SARA untuk menjelek-jelekan salah satu capres tertentu," katanya.
Farhan menegaskan, sangat tidak etis menggunakan isu agama untuk kepentingan politik, karena agama merupakan hak masing-masing individu yang dijamin dalam UUD 1945 dan Pancasila.
"Saya yakin bahwa Bu Herawati Boediono dari kecil memang beragama Islam," kata Farhan Effendy.
Pada kesempatan terpisah, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring yang juga pendukung pasangan SBY-Boediono menegaskan, bahwa Ny Herawati Beoediono adalah seorang muslimah yang telah mengikuti pengajian agama Islam bersama para ibu-ibu anggota PKS.
POLEMIK KASUS PRITA
Belakangan ini kita sering diramaikan oleh media elektronik, baik itu televisi maupun radio, bahkan didunia internet ramai sekali, banyak para blogger yang menulis tentang kasus yang menimpanya. Bermula dari kiriman surat elektrnik atau email kepada alamat email rumah sakit yang dilakukan oleh seorang ibu yang mempunyai dua balita yang sanga lucu. Dia didakwa karena telah mengirimkan email dengan isi pencemaran nama baik atas rumah sakit tersebut, sebelumnya ia pernah mengadukan keluhan-keluhannya melalui nomer telepon customer service, tapi belum juga ada tanggapan, sehingga ia berinisiatif untuk mengirim email dengan tujuan agar langsung diketahui oleh pihak-pihak yang terkait. Tapi naas ketika pihak rumah menganggap bahwa surat email tersebut sebagai pencemaran nama baik. Kemudian pihak rumah sakit melaporkannya kekepolisian, kemudian pak polisi pun langsung menuju rumah ibu yang sedang memiliki dua anak balita tersebut dan membawanya kekantor polisi untuk dimintai keterangan. Selanjutnya sang ibu diseret kepengadilan dan sang jaksa memfonis sang ibu bersalah, sehingga sang ibu dipenjara dengan meninggalkan anak kesayangannya dirumah. Tak lama kemudian, setelah beberapa hari ia dipenjara akhirnya sang ibu dibebaskan dengan status tahanan kota, sehingga sang ibu sangat bahagia karena kembali bisa memeluk buah hatinya yang lucu-lucu, meskipun sebenarnya ia masih mengalami pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakuan polisi dan kejaksaan.
Menurut penulis, sebenarnya ia hanya kurang puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit, sehingga ia komplen atau mengkritik hal-hal yang terjadi disana. Saya pikir itu wajar, karena hampir semua badan usaha menerima saran dan kritikan dari masyarakat untuk mengkoreksi diri kemudian memperbaikinya.
Di facebook, ribuan orang yang mendukung sang ibu untuk dibebaskan karena tidak bersalah, lagian juga banyak masyarakat yang kecewa dengan pelayanan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut.
hal ini wajar...karena surat dakwaan yang dibuat jaksa sangat tidak masuk akal, karena menurut teori dalam hukum pidana, Indonesia menganut asas legalitas(tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana tanpa ada aturan yang mengaturnya),jadi apabila jaksa memasukkan RUU ITE dalam dakwaannya maka surat dakwaan tersebut Kabur...
»» READMORE...
Menurut penulis, sebenarnya ia hanya kurang puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit, sehingga ia komplen atau mengkritik hal-hal yang terjadi disana. Saya pikir itu wajar, karena hampir semua badan usaha menerima saran dan kritikan dari masyarakat untuk mengkoreksi diri kemudian memperbaikinya.
Di facebook, ribuan orang yang mendukung sang ibu untuk dibebaskan karena tidak bersalah, lagian juga banyak masyarakat yang kecewa dengan pelayanan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut.
hal ini wajar...karena surat dakwaan yang dibuat jaksa sangat tidak masuk akal, karena menurut teori dalam hukum pidana, Indonesia menganut asas legalitas(tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana tanpa ada aturan yang mengaturnya),jadi apabila jaksa memasukkan RUU ITE dalam dakwaannya maka surat dakwaan tersebut Kabur...
SEMESTER GAME FH - UNMER 2009
Sehubungan dengan adanya kerjasama yang kami lakukan dengan pihak rokok “Country” untuk kegiatan Semester Game “ Turnament Futsal Antar mahasiswa se – malang raya 2009” , yang dilaksanakan pada hari Senin sampai Jumat,pada tanggal 08 – 12 Juni 2009 bertempat di Lapangan Futsal ARENA Tidar, Malang dan dimulai pada pukul 15.00 WIB s/d selesai, Maka kami selaku pihak Panitia Pelaksana kegiatan tersebut mengucapkan banyak Terima Kasih atas dukungan dari pihak rokok “Country” yang berupa spanduk dan umbul-umbul produk rokok “Country” dengan perjanjian target penjualan sebanyak 1000 bungkus rokok “Contry” yang telah dijual kepada Mahasiswa dan diberikan kepada team turnament futsal antar mahasiswa se-malang raya Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang 2009.
Dimana turnament futsal antar mahasiswa se-malang raya ini diikuti oleh 32 team dari gabungan mahasiswa dari universitas di malang. Dan team yang masuk dalam 4 besar yaitu Komasteng FC, Leste FC, Kawat Duri FC,dan metro A FC,dan perempatan final dilaksanakan pada tgl.12 Juni 2009 pukul 09.00 wib dan 16.00 wib. Hasil dari perempatan final tersebut membawa team Leste FC dan Metro A FC dalam final yang dilaksanakan pada tgl.12 Juni 2009 pukul 20.00 dan sebelum final turnament futsal tersebut dilaksanakan ditampilkan beberapa hiburan dari Chiekiezie Ezzie Dancer, Waria in Futsal dari IWAMA, dan setelah final Turnament Futsal berakhir dengan kemenangan dari Metro A FC ditampilkan lagi break dance dari Mollucas Dance dilanjutkan dengan penyerahan hadiah, piagam + trophy kepada para pemenang. Dengan rincian juara I uang tunai Rp. 1.000.000,- + piagam + trophy, Juara II uang tunai Rp. 750.000,- + piagam + trophy, dan Juara III bersama mendapatkan piagam penghargaan. Dan dalam turnament futsal ini juga diberikan “ Top Score award” kepada Sdr. Bimart dari team Metro A FC sebagai pencetak Gol terbanyak selama turnament futsal ini berlangsung.
SEJARAH UNMER MALANG
Universitas Merdeka Malang telah melintasi sejarah panjang sebuah proses pemberdayaan sumber daya manusia, sejak berdiri tanggal 29 Januari 1964. Pada tahun itulah secara resmi sebuah Yayasan Pendidkan berdiri dengan nama yayasana Perguruan Tinggi Universitas Merdeka malang Pusast di Malang dengan pendiri : R. Edwin Soedardji, Soekiman Dahlan, SH., Frasnsiscus Soetrisno, Soegondo, Soetikno, SH., Dharma . Nama Yayasan ini kemudian diubah pada tahun 1972 menjadi Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang ( selanjutnya disingkat : YPTM).
Menurut Akta Nomor 5.a tanggal 5 Juli 1964 badan hukum yang mengelola Universitas Merdeka adalah Yayasan perguruan Tinggi Merdeka Pusat Malang. Pada tahun 1972 dengan Akta Nomor 32 tahun 1972 nama Yayasan diubah menjadi : Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka. Selanjutnya pada tahun 1983 kembali Yayasan dikukuhkan dengan Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka.
Yayasan Perguruan tinggi Merdeka (YPTM) merupakan Yayasan swasta murni. Sebagai Yayasan swasta, YPTM mengemban du (2) fungsi utama, yaitu (1) fungsi pertahanan ideologi negara. Fungsi ini menuntut YPTM bertindak sebagai lembaga yang ikut serta dalam mempertahankan, mengamankan, mengamalkan Pancasila dan UUD 1945; (2) fungsi sebagai lembaga ilmiah yang akan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam rangka mengemban kedua fungsi tersebut, YPTM bersama dengan Universitas Merdeka Malang melakukan berbagai langkah pembenahan. Termasuk dalam langkah pembenahan adalah penataan fungsi YPTM di satu sisi dan Universitas Merdeka di sisi yang lain. Universitas diserahi mengangani aspek pengembangan akademik, sedangkan YPTM mengangani aspek "money, man, material". Rencana pengembangan universitas, dengan tersebut, menghasilkan program-program dan tahapan perencanaan yang disusun secara sistematis, yaitu :
Tahapan konsolidasi : tahun 1972-1974
Tahapan Stabilisasi : tahun 1974-1976
Rencana Pengembangan yang diawali dengan : Rencana Induk Pengembangan Tahap I : tahun 1976-1983
Rencana Induk Pengembangan II : tahun 1983-1987
Rencana Induk Pengembangan III : tahun 1987-1991, melalui Surat Keputusan ketua Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang Nomor : Skep-032/YPTM/VI/1987, tanggal 20 Juni 1987.
Rencana Induk Pengembangan IV : tahun 1993-1997, melalui Surat Keputusan Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang Nomor : Skep-99/YPTM/XII/1993, tanggal 28 Desember 1993.
Berkat kerja keras dan keterpaduan semau unsur sivitas akademika, baik di tingkat yayasan mupun universwitas, maka secara bertahap kemajuan-kemajuan di bidang akademik amupun non akademik atau pembangunan fisik, muali memperlihatkan hasilnya. Konslidasi yang dilakuakan mulai tahun 1974 s/d 1982, sudah mampu memperlihatkan keberadaan Universitas Merdeka Malang di tengah-tengah perguruan tinggi seasta di Kotamadya Malang pada khususnya dan di Jawa Timur pada umumnya.
Konsolidasi ke dalam khususnya penataan kelembagaan Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang, semenjak tahun 1983 melalui akta No.122 tahun 1983, Ketua Umum Yayasan perguruan Tinggi Merdeka Malang diganti dari Kol (Purn) Supajo kepada Kol. Inf. Matrodji bersamaan dengan pergantian Rektor dari Lektkol Ckh. S. Hari Muljono, SH., kepada Letkol dr. Wahjoetomo, DSPD. Kemudian pada periode baerikutnya, tahun 1986, Ketua Yayaan Perguruan tinggi Merdeka Malang diganti oleh Kol. (Purn.) Matrodji kepada Brigjend. (Purn) Sugiyono hingga masa jabatan tahun 1996. Tahun 1996 jabatan Ketuan Umum Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang dan Rektor Universitas Merdeka Malang dilanjutkan oleh Kol (Purn) dr. H. Sumadi Abdullah, DSB dan Kol (Purn) dr. H. Rusman, DSKJ.
Di samping perkembangan kelembagaan di atas, dibidang akademik dicapailah kemajuan-kamjuan yang cukup berarti. Kemajuan tersebut ditandi oleh pemberian STATUS DISAMAKAN oleh pemerintah kepada Fakultas-Fakultas di lingkungan Universitas Merdeka Malang, melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesi Nomor 0343/0/1985, tanggal 29 Juli 1985, yakni untuk Fakultas Hukum Jurusan perdata, Pidana dan Jurusan tata Negara, Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen dan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Jurusan Administrasi Negara. Perkembangan berikutnya, melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia Nomor : 0480/0/1986, tanggal 30 Maret 1987, pemberian STATUS DISAMAKAN untuk Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Berkat kerja keras semua pihak, sejak tahun 1983 hingga 1998 Universitas Merdeka Malang berkembang pesat. Perkembangan ini nampak pada jumlah mahasiswa yang hingga 1997 berjumlah kurang lebih 14. 000 orang mahasiswa Dengan perkembangan yang demikian, memberikan gambaran bahwa Universitas Merdeka Malang di bawah YPTM merupakan sosok Perguruan Tinggi Swasta yang keberadaannya makin berkualitas baik ditangkat regional maupun nasional.
HUBUNGAN ANTARA UNMER DENGAN KODAM VIII / BRAWIJAYA (sekarang KODAM V / BRAWIJAYA).
Hubungan antara YPTM dan Universitas Merdeka Malang dengan KODAM VIII/BRAWIJAYA merupakan bagain dari proses sejarah berdirinya YPTM. Konteks sejarah inilah yang pertama-tama mendasar hubungan antara YPTM dengan KODAM VIII/BRAWIJAYA. Di samping konteks kesejarahan, kesamaan misi dan fungsi yang diemban mendorong kerjasama antara YPTM dengan KODAM VIII/BRAWIAJAYA sama mengemban fungsi memepertahankan, mengamankan, dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945. jadi sebagai kubu pertahanan ideologi Pancasila.
Atas dasar di atas, lebih lanjut ketua Pendiri Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang, Kolone R. Edwin Soedardji mengajukan permohonan kepada Pangkodam VIII/BRAWIJAYA. Dan permohonan tersebut, dikabulkan oleh Pangdam VIII/Brawijaya, serta diterbitkan Keputusan dengan Surat Keputusan nomor: Kep-17/III/12/1968 tanggal 17 Desember 1968. Maka bertepatan dengan HUT Kodam VIII/Brawijaya yang ke XXIII tanggal 17 Desember 1968, Universitas Merdeka dinyatakan berinduk pada Slagorde KODAM VIII/Brawijaya (sekarang Pandan V/Brawijaya) bertindak selaku pembina utama dari Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang dan Universitas Merdeka Malang sedangkan untuk pelaksanaan tugasnya sehari-hari Universitas Merdeka Malang berada di bawah Pembina harian Komando Rresort Militer 083/Bhaladhika Jaya, dalam hal ini Komandan Korem 083/Bhaladika Jaya adalah Ex-officio Pembina Harian Universitas Merdeka Malang
»» READMORE...
Menurut Akta Nomor 5.a tanggal 5 Juli 1964 badan hukum yang mengelola Universitas Merdeka adalah Yayasan perguruan Tinggi Merdeka Pusat Malang. Pada tahun 1972 dengan Akta Nomor 32 tahun 1972 nama Yayasan diubah menjadi : Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka. Selanjutnya pada tahun 1983 kembali Yayasan dikukuhkan dengan Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka.
Yayasan Perguruan tinggi Merdeka (YPTM) merupakan Yayasan swasta murni. Sebagai Yayasan swasta, YPTM mengemban du (2) fungsi utama, yaitu (1) fungsi pertahanan ideologi negara. Fungsi ini menuntut YPTM bertindak sebagai lembaga yang ikut serta dalam mempertahankan, mengamankan, mengamalkan Pancasila dan UUD 1945; (2) fungsi sebagai lembaga ilmiah yang akan melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam rangka mengemban kedua fungsi tersebut, YPTM bersama dengan Universitas Merdeka Malang melakukan berbagai langkah pembenahan. Termasuk dalam langkah pembenahan adalah penataan fungsi YPTM di satu sisi dan Universitas Merdeka di sisi yang lain. Universitas diserahi mengangani aspek pengembangan akademik, sedangkan YPTM mengangani aspek "money, man, material". Rencana pengembangan universitas, dengan tersebut, menghasilkan program-program dan tahapan perencanaan yang disusun secara sistematis, yaitu :
Tahapan konsolidasi : tahun 1972-1974
Tahapan Stabilisasi : tahun 1974-1976
Rencana Pengembangan yang diawali dengan : Rencana Induk Pengembangan Tahap I : tahun 1976-1983
Rencana Induk Pengembangan II : tahun 1983-1987
Rencana Induk Pengembangan III : tahun 1987-1991, melalui Surat Keputusan ketua Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang Nomor : Skep-032/YPTM/VI/1987, tanggal 20 Juni 1987.
Rencana Induk Pengembangan IV : tahun 1993-1997, melalui Surat Keputusan Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang Nomor : Skep-99/YPTM/XII/1993, tanggal 28 Desember 1993.
Berkat kerja keras dan keterpaduan semau unsur sivitas akademika, baik di tingkat yayasan mupun universwitas, maka secara bertahap kemajuan-kemajuan di bidang akademik amupun non akademik atau pembangunan fisik, muali memperlihatkan hasilnya. Konslidasi yang dilakuakan mulai tahun 1974 s/d 1982, sudah mampu memperlihatkan keberadaan Universitas Merdeka Malang di tengah-tengah perguruan tinggi seasta di Kotamadya Malang pada khususnya dan di Jawa Timur pada umumnya.
Konsolidasi ke dalam khususnya penataan kelembagaan Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang, semenjak tahun 1983 melalui akta No.122 tahun 1983, Ketua Umum Yayasan perguruan Tinggi Merdeka Malang diganti dari Kol (Purn) Supajo kepada Kol. Inf. Matrodji bersamaan dengan pergantian Rektor dari Lektkol Ckh. S. Hari Muljono, SH., kepada Letkol dr. Wahjoetomo, DSPD. Kemudian pada periode baerikutnya, tahun 1986, Ketua Yayaan Perguruan tinggi Merdeka Malang diganti oleh Kol. (Purn.) Matrodji kepada Brigjend. (Purn) Sugiyono hingga masa jabatan tahun 1996. Tahun 1996 jabatan Ketuan Umum Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang dan Rektor Universitas Merdeka Malang dilanjutkan oleh Kol (Purn) dr. H. Sumadi Abdullah, DSB dan Kol (Purn) dr. H. Rusman, DSKJ.
Di samping perkembangan kelembagaan di atas, dibidang akademik dicapailah kemajuan-kamjuan yang cukup berarti. Kemajuan tersebut ditandi oleh pemberian STATUS DISAMAKAN oleh pemerintah kepada Fakultas-Fakultas di lingkungan Universitas Merdeka Malang, melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesi Nomor 0343/0/1985, tanggal 29 Juli 1985, yakni untuk Fakultas Hukum Jurusan perdata, Pidana dan Jurusan tata Negara, Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen dan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Jurusan Administrasi Negara. Perkembangan berikutnya, melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia Nomor : 0480/0/1986, tanggal 30 Maret 1987, pemberian STATUS DISAMAKAN untuk Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi. Berkat kerja keras semua pihak, sejak tahun 1983 hingga 1998 Universitas Merdeka Malang berkembang pesat. Perkembangan ini nampak pada jumlah mahasiswa yang hingga 1997 berjumlah kurang lebih 14. 000 orang mahasiswa Dengan perkembangan yang demikian, memberikan gambaran bahwa Universitas Merdeka Malang di bawah YPTM merupakan sosok Perguruan Tinggi Swasta yang keberadaannya makin berkualitas baik ditangkat regional maupun nasional.
HUBUNGAN ANTARA UNMER DENGAN KODAM VIII / BRAWIJAYA (sekarang KODAM V / BRAWIJAYA).
Hubungan antara YPTM dan Universitas Merdeka Malang dengan KODAM VIII/BRAWIJAYA merupakan bagain dari proses sejarah berdirinya YPTM. Konteks sejarah inilah yang pertama-tama mendasar hubungan antara YPTM dengan KODAM VIII/BRAWIJAYA. Di samping konteks kesejarahan, kesamaan misi dan fungsi yang diemban mendorong kerjasama antara YPTM dengan KODAM VIII/BRAWIAJAYA sama mengemban fungsi memepertahankan, mengamankan, dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945. jadi sebagai kubu pertahanan ideologi Pancasila.
Atas dasar di atas, lebih lanjut ketua Pendiri Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang, Kolone R. Edwin Soedardji mengajukan permohonan kepada Pangkodam VIII/BRAWIJAYA. Dan permohonan tersebut, dikabulkan oleh Pangdam VIII/Brawijaya, serta diterbitkan Keputusan dengan Surat Keputusan nomor: Kep-17/III/12/1968 tanggal 17 Desember 1968. Maka bertepatan dengan HUT Kodam VIII/Brawijaya yang ke XXIII tanggal 17 Desember 1968, Universitas Merdeka dinyatakan berinduk pada Slagorde KODAM VIII/Brawijaya (sekarang Pandan V/Brawijaya) bertindak selaku pembina utama dari Yayasan Perguruan Tinggi Merdeka Malang dan Universitas Merdeka Malang sedangkan untuk pelaksanaan tugasnya sehari-hari Universitas Merdeka Malang berada di bawah Pembina harian Komando Rresort Militer 083/Bhaladhika Jaya, dalam hal ini Komandan Korem 083/Bhaladika Jaya adalah Ex-officio Pembina Harian Universitas Merdeka Malang
Label:
artikel
INDONESIA MEMILIH ???
Tentunya kita semua tau kalau Negara Indonesia merupakan Negara Hukum Pancasila, maksudnya semua aturan – aturan ( baik yang tertulis maupun yang tak tertulis) harus berkiblat pada Pancasila yang menjadi dasar dari Negara ini. Pancasila sudah ada bahkan hidup dalam keseharian jauh sebelum Negara ini merdeka, namun mutiara ini terbenam karena penjajahan( dari jaman penjajahan Belanda sampai Jepang). Namun setelah merdeka, mutiara yang jauh terpendam dalam bumi Indonesia ini digali dan dimunculkan kembali oleh Bapak Bangsa kita. Panca Sila merupakan suatu hierarki dan menjadi suatu kesatuan yang tak terpisahkan yang akan menjadi sumber dari segala hukum di Negara Ini sehingga supremasi hukum dapat berdiri kokoh di Bumi Indonesia.
Namun dalam perkembanganNya, supremasi hukum dan Pancasila kurang menjadi pertimbangan para pembentuk aturan-aturan yang ada di bangsa ini. Karena Supremasi hukum tidak berjalan. Lantaran yang berjalan di negeri kita ini apa???
Dalam teori dan praktek ketatanegaraan, kita mengenal konsep – konsep Negara hukum antara lain: Rechsstaat, konsep Rule of Law, konsep Nomokrasi Islam, konsep Socialist Legality dan di Indonesia dengan cirri khusus konsep ”Negara Hukum Pancasila” atau Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang nota benenya sebagai Dasar Negara Indonesia.
Konsep Rechsstaat dan konsep Rule of Law punya kesamaan ciri – ciri yakni sama – sama bersumber dari rasio manusia dan perlindungan HAM, pemisahan antara agama dan negar mutlak, dan dimungkinkan adanya atheisme. Namun konsep Rechsstaat dan konsep Rule of Law punya latar belakang yang berbeda. Rechsstaat bertumpu pada paham liberalisme yang menentang absolute para raja/penguasa, sedangkan Rule of Law bertumpu pada sistemhukum anglo saxon(di Inggris disebut Common Law).
Konsep Nomokrasi Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunah.
Konsep Socialist Legality bersumber dari rasio manusia, humanis, atheis, totaliter, kebebasan beragama yang semu dan kebebasan propaganda anti agama.
Konsep Negara Hukum Pancasila berbeda dari konsep – konsep hukum di atas (Rechsstaat, konsep Rule of Law, konsep Nomokrasi Islam, konsep Socialist Legality). Negara Hukum Pancasila bertumpu pada nilai – nilai yang terkandung dalam Sila – sila dalam Pancasila. Menurut Philipus M Hadjon, Negara hukum Pancasila Menghendaki adanya keserasian hubungan antara rakyat dengan mengedepankan asas kerukunan, terjalinnya hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan – kekuasaan Negara, penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir jika musyawarah gagal, keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Arah kebijakan pembangunan hukum dalam mewujudkan supremasi Hukum pasca Reformasi dapat ditelusuri mulai dari Ketetapan MPR No.X/MPR/1998 tentang pokok – pokok reformasi dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai halauan Negara; Ketetapan MPR No.IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999 – 2004 Undang – Undang No.25 tahun 2000 tentang PROPENAS 2000 – 2004 dan Pembangunan jangka menengah nasional 2004 -2009. Dalam PROPENAS 2004program pembangunan hokum meliputi:
a. Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan
b. Pemberdayaan lembaga peradilan dan lembaga penegak hokum lainnya
c. Penuntasan kasus – kasus KKN dan pelanggaran – pelanggaran HAM
d. Peningkatan kesadaran hukum dan pengembangan budaya hukum
Sejauh ini program pembangunan huum masih dihadapkan pada permasalahan tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundang – undangan, implementasi undang – undang terhambat oleh adanya peraturan, tidak adanya perjanjian ekstradisi dan mutual legal assistance, kurangnya interdependensi kelembagaan hukum, SDM dibidang hukum, timbulnya degradasi budaya hukum dilingkungan masyarakat, menurunnya kesadaran akan akan hak dan kewajiban hukum masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum Negara Hukum Pancasila, dalam perjalanan Indonesia yang akan menginjak usianya yang ke 64 Tahun telah terjadi pelanggaran terhadap nilai – nilai Pancasila yang merupakan kristalisasi dari nilai – nilai sosial budaya Bangsa Indonesia. Pada era Reformasi telah terjadi penghapusan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) oleh MPR tanpa reasoning yang jelas. Pada hal kita tahu dan sadar bahwa Pancasila telah kita terima sebagai dasar Negara dan sebagai perekat kebhinekaan Negara kesatuan republic Indonesia. Selain itu banyak Undang – Undang ataupun produk hukum Pemerintah lainnya yang jauh sekali dari nilai – nilai Pancasila, Contoh: UU BHP(Badan Hukum Pendidikan) yang didalamnya terkesan Pemerintah tidak melihat pasal 31 UUD 1945.
Setelah melihat ringkasan di atas maka pembaca hendaknya dapat menyimpulkan sendiri Apakah Negara ini Menjunjung tinggi konsep Supremasi hukum Pancasila ataukah masih menjunjung tinggi supremasi (elite) politik????? ^_^
»» READMORE...
Namun dalam perkembanganNya, supremasi hukum dan Pancasila kurang menjadi pertimbangan para pembentuk aturan-aturan yang ada di bangsa ini. Karena Supremasi hukum tidak berjalan. Lantaran yang berjalan di negeri kita ini apa???
Dalam teori dan praktek ketatanegaraan, kita mengenal konsep – konsep Negara hukum antara lain: Rechsstaat, konsep Rule of Law, konsep Nomokrasi Islam, konsep Socialist Legality dan di Indonesia dengan cirri khusus konsep ”Negara Hukum Pancasila” atau Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang nota benenya sebagai Dasar Negara Indonesia.
Konsep Rechsstaat dan konsep Rule of Law punya kesamaan ciri – ciri yakni sama – sama bersumber dari rasio manusia dan perlindungan HAM, pemisahan antara agama dan negar mutlak, dan dimungkinkan adanya atheisme. Namun konsep Rechsstaat dan konsep Rule of Law punya latar belakang yang berbeda. Rechsstaat bertumpu pada paham liberalisme yang menentang absolute para raja/penguasa, sedangkan Rule of Law bertumpu pada sistemhukum anglo saxon(di Inggris disebut Common Law).
Konsep Nomokrasi Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunah.
Konsep Socialist Legality bersumber dari rasio manusia, humanis, atheis, totaliter, kebebasan beragama yang semu dan kebebasan propaganda anti agama.
Konsep Negara Hukum Pancasila berbeda dari konsep – konsep hukum di atas (Rechsstaat, konsep Rule of Law, konsep Nomokrasi Islam, konsep Socialist Legality). Negara Hukum Pancasila bertumpu pada nilai – nilai yang terkandung dalam Sila – sila dalam Pancasila. Menurut Philipus M Hadjon, Negara hukum Pancasila Menghendaki adanya keserasian hubungan antara rakyat dengan mengedepankan asas kerukunan, terjalinnya hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan – kekuasaan Negara, penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir jika musyawarah gagal, keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Arah kebijakan pembangunan hukum dalam mewujudkan supremasi Hukum pasca Reformasi dapat ditelusuri mulai dari Ketetapan MPR No.X/MPR/1998 tentang pokok – pokok reformasi dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai halauan Negara; Ketetapan MPR No.IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999 – 2004 Undang – Undang No.25 tahun 2000 tentang PROPENAS 2000 – 2004 dan Pembangunan jangka menengah nasional 2004 -2009. Dalam PROPENAS 2004program pembangunan hokum meliputi:
a. Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan
b. Pemberdayaan lembaga peradilan dan lembaga penegak hokum lainnya
c. Penuntasan kasus – kasus KKN dan pelanggaran – pelanggaran HAM
d. Peningkatan kesadaran hukum dan pengembangan budaya hukum
Sejauh ini program pembangunan huum masih dihadapkan pada permasalahan tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundang – undangan, implementasi undang – undang terhambat oleh adanya peraturan, tidak adanya perjanjian ekstradisi dan mutual legal assistance, kurangnya interdependensi kelembagaan hukum, SDM dibidang hukum, timbulnya degradasi budaya hukum dilingkungan masyarakat, menurunnya kesadaran akan akan hak dan kewajiban hukum masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum Negara Hukum Pancasila, dalam perjalanan Indonesia yang akan menginjak usianya yang ke 64 Tahun telah terjadi pelanggaran terhadap nilai – nilai Pancasila yang merupakan kristalisasi dari nilai – nilai sosial budaya Bangsa Indonesia. Pada era Reformasi telah terjadi penghapusan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) oleh MPR tanpa reasoning yang jelas. Pada hal kita tahu dan sadar bahwa Pancasila telah kita terima sebagai dasar Negara dan sebagai perekat kebhinekaan Negara kesatuan republic Indonesia. Selain itu banyak Undang – Undang ataupun produk hukum Pemerintah lainnya yang jauh sekali dari nilai – nilai Pancasila, Contoh: UU BHP(Badan Hukum Pendidikan) yang didalamnya terkesan Pemerintah tidak melihat pasal 31 UUD 1945.
Setelah melihat ringkasan di atas maka pembaca hendaknya dapat menyimpulkan sendiri Apakah Negara ini Menjunjung tinggi konsep Supremasi hukum Pancasila ataukah masih menjunjung tinggi supremasi (elite) politik????? ^_^
Label:
artikel
PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL
kegiatan rutinan dept penalaran hukum (hakim,dan kawan-kawan),kamis-28 mei pukul 15.00 melaksanakan diskusi ringan di tubuh internal BEM yang membahas tentang "perkembangan hukum islam dalam sistem hukum nasional" diskusi ini berlangsung dengan penuh perbedaan pandangan antar pengurus BEM. rencananya tema ini akan di diskusikan lagi untuk mahasiswa hukum UNMER malang dengan melibatkan dosen-dosen yang berkompeten.harapan dari dept penalaran hukum nantinya mampu menciptakan atmosfere ilmiah di lingkungan civitas akademika UNMER malang.berikut draf materi yang menjadi bahan diskusi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi startegis dan konseptual yang bersifat laboratorium operasional menurut bidangnya masing-masing di BEM FH UNMER MALANG Periode 2009-2010 yang bertanggung jawab kepada ketua BEM FH yang dipimpin oleh koordinator yang membawahi staf departemen. Untuk itu, kami sebagai pengurus dari Departemen Penalaran Hukum melaksanakan tugas yang tertera dalam Job Description dan program kerja Departeman. Salah satu tugas itu adalah mengadakan diskusi rutinan tiap bulan dengan adanya follow up ( ps. 2 angka 9 ).
Pada kesempatan ini, kami mengajak kawan-kawan dari lingkungan internal untuk dapat mengikuti kegiatan ini. Dengan memaparkan salah satu topik yang hangat di era reformasi saat ini, yaitu mengenai Perkembangan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional. Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini hukum Islam berkembang secara bertahap menuju masyarakat yang masyhur. Seperi dapat kita tinjau, di kawasan Barat Indonesia yakni tepatnya di Nangroe Aceh Darussalam. Disana syariat Islam telah diberlakukan, berbeda dengan kawasan selain Nangroe Aceh Darussalam. Tetapi ada pula syariat Islam yang telah diberlakukan secara Nasional, diantaranya terdapat pemberlakuan Sistem Hukum Bank Syar’iyah. Dengan adanya perkembangan tersebut umat Islam Indonesia lebih bisa tersenyum, karena mereka bisa lebih tenang lagi dalam menjalankan syariatnya. Tetapi disisi lain, mungkin ada yang belum dapat menerimanya secara utuh, yakni di sekitar daerah Tengah dan Timur Indonesia, diantaranya; Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Flores maupun Papua. Dikarenakan sebagian besar penduduknya masih menganut agama non Islam. Untuk itulah sebagai mahasiswa fakultas hukum, tentu kita memiliki solusi yang baik dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Demikianlah sedikit pernak-pernik permasalahan yang kami paparkan untuk dapat kita diskusikan bersama. Sebagai kaum intelek yang bijak, marilah kita kritisi permasalan ini dengan kepala dingin dan hati yang sejuk agar kita dapat memecahkan masalah secara jelas dan sesuai dengan sasaran permasalahan.
B. Masalah
1. Bagaimanakah perbedaan definisi hukum dalam sudut pandang Islam dan sistem Barat ?
2. Bagaimanakah prospek dan potensi yang dimiliki hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional ?
3. Bagaimanakah pengaruh penerapan syariat Islam terhadap golongan minoritas ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui perbedaan definisi hukum dalam sudut pandang Islam dan sistem Barat
2. Untuk mengetahui prospek dan potensi yang dimiliki hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional
3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan syariat Islam terhadap golongan minoritas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perbedaan definisi hukum dalam sudut pandang Islam dan sistem Barat.
A.1. Apa Yang Dikatakan Hukum
1. Seluruh Hukum yang Maujud diatur oleh Hukum
Untuk memberikan definisi tentang apa yang dikatakan hukum, banyak para ahli menyatakan tidak ada kemungkinanannya. Tidak mungkinnya memberikan definisi tentang apa yang dikatakan hukum itu disebabkan oleh luasnya lapangan hukum itu, apabila seorang ahli hukum mencoba memberikan definisi hukum, maka selalulah pendapatnya itu akan berbeda dengan pendapat ahli hukum yang lain. Sehingga kita dewasa ini, belumlah mempunyaI suatu definisi yang pasti tentang apa yang dikatakan hukum itu.
Tetapi ada suatu hal yang mereka sudah sepakati. Hukum itu hanya ada dalam masyarakat ummat manusia. Utrecht mengatakan mengatakan bahwa hukum itu baru ada, setelah adanya masyarakat ummat manusia. Berdasarkan pendapat ini, maka yang dikatakan hukum itu hanyalah hukum yang ada dalam masyarakat ummat manusia saja. Seolah-olah di luar masyarakat ummat manusia itu tidak ada hukum lagi.
Tetapi kalau kita mempunyai pendapat bahwa hukum itu mempunyai fungsi mengurus tata-tertib masyarakat, maka tentulah kita harus pula mengakui bahwa setiap masyarakat yang di dalamnya terjadi tata-tertib, adalah diatur oleh hukum. Dan hukum itu tentu ada dalam masyarakat itu. Dan apabila kita memberikan arti kepada kata masyarkat itu sebagai suatu keadaan berkumpul bersama-sama dalam suatu tempat yang tertentu dengan melakukan fungsi masing-masing, maka keadaan bermasyarakat itu bukan saja terdiri pada ummat manusia, tetapi juga pada seluruh maujud ini. Ada masyarakat benda mati, masyarakat tumbuh-tumbuhan, masyarkat binatang, dan yang lebih besar lagi, masyarakat tata-surya.
Memang hukum yang ada dalam masyarakat-masyarakat yang kita sebutkan di atas itu, berlainan dari pada hukum yang ada dalam masyarakat ummat manusia. Tetapi toh ada hukum. Perlainannya tentu ditimbulkan oleh perlainan obyek yang diatur oleh hukum itu. Perlainan obyek yang diatur oleh hukum, tentu tidak dapat memberikan kesimpulan bahwa hukum itu tidak ada. Begitu juga perlainan isi, tidak dapat memberikan kesimpulan kepada kita bahwa hukum yang berlainan isinya itu tidak ada. Bahkan anarki sendiripun tidak dapat memberikan kesimpulan kepada kita bahwa di sana tidak ada hukum. Anarki itu timbul karena tidak mengindahkan hukum. Perkataan tidak mengindahkan hukum, membawa pengertian bahwa di sana masih ada hukum. Hanya saja hukum yang ada itu tidak lagi ditaati dan dituruti.
Dari keterangan yang kita berikan di atas, jelaslah bahwa ada tata-tertib di dalam masyarakat ummat manusia. Jadi hukum itu bukan saja ditemui alam yang di luar masyarakat ummat manusia, tetapi juga dalam seluruh maujud ini. Begitulah Qur’an sudah mengatakan. Bahwa dijadikan langit dan bumi dan segala yang ada di antaranya, bukan dengan sia-sia, tetapi dengan ada peraturan-perjauaturan tertentu. Jadi, hukum itu ada pada segala yang maujud. Hukum menurut Qur’an, jauh lebih luas daripada hukum yang diartikan oleh ilmu hukum dewasa ini.
Kelihatannya memang begitulah pendirian yang dalam ilmu hukum. Sungguhpun hanya dikatakan hukum saja, dengan tidak ada kata-kata yang membatasi pengertian, tidak ada suatu determinasi, maka rupanya sudah sama-sama dimengerti bahwa hukum yang dimaksud adan pekrjaanalah hukum dalam masyarakat ummat manusia.
Pandangan Qur’an yang begitu luas mengenai hukum ini, berpangkal kepada suatu sikap yang memandang bahwa seluruh alam ini, termasuk manusia, dijadikan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana. Dan segala yang dijadikan-Nya di atas alam ini, diserahkan-Nya kepada manusia untuk dieksploitir, guna kesempurnaan ummat manusia itu sendiri. Apabila seluruh yang ada dalam alam ini dijadikan dan disuruh pergunakan serta disuruh pikirkan kepada ummatmanusia, maka penggunaan dan car pemikiran itu menuruti hukum-hukum yang sudah ada dalam seluruh kejadian itu. Dan adanya hukum dalam seluruh kejadian itu sudah pula ditunjukkan oleh Qur’an, seperti yang telah kiseperti yang telah kitaa terangkan di atas tadi.
2. Lima Kategori Hukum
Kita mengetahui bahwa hukum dalam masyarakat ummat manusia menimbulkan kewajiban dan / hak kepada tiap-tiap manusia. Dalam hakikatnya, hak itu adalah fakultatif, sedangkan kewajiban itu aktif. Kita takkan pula bahwa kewajiban yang ditimbulkan oleh hukum itu adakalanya merupakan kewajiban untuk tidak mengerjakan sesuatu.
Dan dalam masyarakat, kita pun melihat dan bertemu dengan pekerjaan-pekerjaan dan perbuatan-perbuatan, yang kalau kita lakukan atau tidak kita lakukan, maka hasil kebaikan atau hasil kejahatan (bahayanya) kepada masyarakat tidaklah bersamaan. Ada yang banyak kebaikannya, ada pula yang sedikit. Ada yang besar bahayanya, ada pula yang kecil. Bahkan ada pula yang tidak ada kebaikan dan kejahatan (bahayanya) sama sekali kepada masyarakat. Menolong seorang yang dalam bahaya akan mati lemas, tentu tidak sama nilai kebaikannya dengan pekerjaan membuang sekeping pecahan kaca dari jalan umum. Mengerjakan pekerjaan berjudi tentu tidak sam nila kejatannya dengan mencerca seorang di belakangnya. Kalau saya memilih kapal terbang sebagai kendaraan saya untuk pergi ke Jakarta, maka pilihan saya itu tidak ada nilai baik atau jahatnya kepada masyarakat.
Karena kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat ummat manusia seperti diatas itu, maka islam membagi hukum kepada lima buah kategori :
1. Wajib
2. Sunnat
3. Haram.
4. Makruh
5. Mubah
Pengertian,
1. Wajib, menunjukkan kepada suatu sikap psychis yang tidak boleh tidak harusdipunyai, atau perbuatan yang tidak boleh tidak harus dikerjakan.
2. Sunnat, menunjukkan kepada suatu sikap psychisyang dianjurkansupaya dipunyai, atau suatu perbuatan yang dinjurkan supaya dikerjakan.
3. Haram, menunjukkan kepada suatu sikap psychis yan tidak boleh tidak harus ditinggalkan, atau suatu perbuatan yang tidak boleh tidak mesti ditinggalkan.
4. makruh, menujukkan kepada suatu sikap psychis yang dianjurkan supaya ditinggalkan atau supaya perbuatan yang dianjurkan supaya tidak dikerjakan.
5. Mubah, menunjukan kepada suatu sikap psychis atau suatu perbuatan yang terserah kepada manusia untuk mengerjakanan atau tidak mengerjakan.
Seperti kita ketahui, hukum romawi itu hanya mempumyai tiga kategori hukum, yaitu :
1. imperare (suruhan)
2. prohibere (larangan)
3. permittere (hal-hal yang diizinkan)
Kalau kita bandingkan dengan kategori hukum Qur’an, maka imperare sama dengan wajib, prohibere sama dengan hara, permittere sama dengan jaiz (mubah). Tidak ada diketemukan sunnat dan makruh dala hukum romawi.
Manusia yang hanya mempunyai suruhan dan larangan dalam hidupnya, tidak mempunyai sumber-sumber moril dalam dirinya. Manusia yang seperti ini adalah manusia yang kasar. Hal ini mengingatkan kita kepada gladiator di zaman romawi. Memang kategori hukumnya cocok dengan munculnya gladiator di dalam masyarakat mereka.
A.2. KEWAJIBAN DAN HAK
1. Hukum memberikan kewajiban kepada manusia.
Jikalau pasal 362 KUH Pidana mengancam perbuatan pencurian dengan hukuman, maka hal itu berarti bahwa kepada setiap orang diberikan kewajiban supaya meninggalakan perbuatan pencurian tersebut.
Begitu pula apabila terjadi perjanjian jual-beli se[erti yang disebutkan oleh pasal 1475 KUH Perdata, maka hal ini berarti bahwa masing-masing pihak dipikulkan kewajiban supaya melakukan suatu pekerjaan. Yang seorang sebagai pembeli, mempunyai kewajiban untuk membayar harga barang yang dibelinya, dan yang seorang lagi sebagai penjual, mempunyai mkewajiban untuk menyerhkan barang yang dijualnya itu.
Dan apabila Qur’an mengatakan bahwa sebagai orang Islam, orang wajib mengerjakan puasa dalam bulan Ramadhan, maka hal itu berarti bahw akepada orang Islam dipikulkan kewajiban untuk mengerjakan puasa dalam bulan tersebut.
Dengan mengatakan hal ini, bukanlah meniadakan bahwa hukum itu juga memberikan hak-hak kepada manusia. Dalam definisi kita tentang hukum, sudah kita katakana bahwa hukum itu, selain memberikan kewajiban kepada manusia, juga memberikan beberapa hak. Hanya kita hendak mengatakan bahwa hukum itu memberikan kewajiban kepada manusia, sebagai tugasnya yang pertama dan utama. Bukan memberikan hak. Hak itu baru timbul setelah kewajiban dilaksanakan.
Ilmu hukum mengatakan bahwa hak pribadi manusia mengenai keselamatan jiwa, badan dan kehormatan dilindungi oleh undang-undang. (Lihatlah pasal-pasal 310, 338, 360 KUH Pidana dan pasal-paasl 1370, 1371, 1373 KUH Perdata). Begitu pula dengan hak-hak yang lain itu, selalu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Dan karena ilmu hukum memang lebih memntingkan hak daripada kewajiban, maka pembicaraan mengenai ini mendapat tempat yang panjang sekali. Dan hamper tidak ada ilmu hukum mebicarakan kewajiban, seolah-olah masyarakat ummat manusia ini akan teratur dan selamat hanya dengan memberikan hak-hak saja kepada manusia. Dengan tidak usah mengerjakan kewajiban-kewajiban.
Tetapi seperti kita katakan di atas, hukum Qur’an lebih mementingkan kewajiban daripada hak. Kewajiban yang lebih dahulu dipikulkan kepada manusia. Menurut hukum Qur’an, tidak ada gunanya hak rpibadi manusia itu, jikalau manusia itu tidak mengerjakan kewajibannya. Qur’an mengatakan bahwa hak-hak pribadi manusia itu adalah untuk dipergunakan guna melakukan kewajiban.
Cara pemikiran ilmu hukum yang seperti ini, yang meletakkan prioritas kepada hak, berasal daripada pemikiran zaman renaissance, yang menjelmakan individualisme. Pemikiran yang dikungkung oleh fenomena dalam masyarakat yang ada sebelum itu, yang memprlihatkan tidak adanya manuisa mempunyai hak-hak yang diperlukannya. Maka orang salah mengartikan sewaktu orang mengatakan bahwa kemajuan yang tidak ada itu disebabkan karena manusia tidak mempunyai hak-hak yang diperlukannya. Dan karena selalu membulatkan pandangan kepada hak-hak yang harus dipunyai oleh manusia, maka orang melupakan akan kewajiban-kewajiban yang juga harus dipunyai oleh manusia itu, jikalau manusia dan masyartakatnya hendak selamat dan sempurna.
Kesalahan jalan pemikiran yang seperti ini rupanya dirasakan juga oleh Leon Duguit. Tetapi Leon Duguit terlalu menekankan kepada kewajiban, sehingga dia mengatakan tidak ada hak subyektif yang dipunyai oleh manusia. Dan masa sekarang, orang mulai hendak memperbaiki kesalahan cara pemikiran ini dengan mengemukakan istilah fungsi sosial. Maka dikatakan bahwa harta kekayaan seorang manusia itu mempunyai fungsi sosial, dengan pengertian bahwa dalam mempergunakan hak mutlaknya tentang harta kekayaan, orang harus mengindahkan kepentingan masyarakat.
Tetapi persoalan ini tidak akan berbelit-belit, apabila untuk manusia, bukan hak yang lebih dipentingkan, tetapi kewajiban, seperti yang diatur menurut hukum Qur’an. Selain daripada itu, sikap ilmu hukum yang lebih mementingkan hak daripada kewajiban itu mempunyai akibat-akibat psychologis yang amat dalam dan membahayakan dalam masyarakat ummat manusia. Dari seorang manusia saja di tengah pasar, sampai kepada Sidang Dewan Keamanan PBB, manuisa selalu meneriakkan hak-haknya dan meminta diperhatikan hak-haknya. Jarang kita mendengar manuisa itu membicarakn kewajiban-kewajibannya itu. Veto dalam Sidang Dewan Keamanan berdasarkan kepada hak-hak yang dirasakan dilanggar oleh orang lain. Hak subyektif yang lebih dipentingkan oleh ilmu hukum daripada kewajiban telah membawa ummat manusia ke dalam suatu kekusutan dan kegoncangan.
B. Beberapa Undang-Undang di Indonesia yang bersumber pada Hukum Islam
Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional kita di Indonesia selama ini pada dasarnya terbentuk atau dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem hukum barat,hukum adat dan sistem hukum islam, yang masing-masing menjadi sub-sistemhukum dalam sistem hukum Indonesia. Sistem hukum Barat merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang selama 350 tahun menjajah Indonesia. Penjajahan tersebut sangat berpengaruh pada sistem hukum nasional kita. Sementara System Hukum Adat bersendikan atas dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia, dan untuk dapat sadar akan sistem hukum adat orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Kemudian sistem hukum islam, yang merupakan sistem hukum yang bersumber pada kitab suci AIquran dan yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad dengan hadis/sunnah-Nya serta dikonkretkan oleh para mujtahid dengan ijtihadnya.
Bustanul Arifin menyebutnya dengan gejala social hukum itu sebagai perbenturan antara tiga sistem hukum, yang direkayasa oleh politik hukum kolonial Belanda duluyang hingga kini masih belum bisa diatasi, seperli terlihat dalam, sebagian kecil pasal pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dari ketiga sistem hukum di atas secara objektif dapat kita nilai bahwa hukum Islamlah ke depan yang lebih berpeluang memberi masukan bagi pembentukan hukum nasional. Selain karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan adanya kedekatan emosional dengan hukum islam juga karena sistem hukum barat/kolonial sudah tidak berkembang lagi sejak kemerdekaan Indonesia, sementara hukum adat juga tidak memperlihatkan sumbangsih yang besar bagi pembangunan hukum nasional, sehingga harapan utama dalam pembentukan hukum nasional adalah sumbangsih hukurn Islam.
Hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam pembangunan hukum nasional. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan hukum nasional layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum nasonal yaitu:
1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti, UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat, dan UU Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa undang-undang lainnya yang langsung maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakui keberadaan Bank Syari'ah dengan prinsip syari'ahnya., atau UU NO. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang semakin memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen beragama Islam akan memberikan pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi kepentingannya.
3. Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitaskeagamaan masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran mereka menjalankan Syari'at atau hukum Islam, seperti pembagian zakat dan waris.
4. Politik pemerintah atau political will dari pemerintah dalam hal ini sangat menentukan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah maka cukup berat bagi Hukum Islam untuk menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.
(1) Undang-Undang Perkawinan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 No. Tambahan Lembaran Negara Nomer 3019).
(2) Undang-Undang Peradilan Agama
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989 (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1989 No. 49, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia No. 3400). Kemudian pada tanggal 20 Maret 2006 disahkan UU Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agarna. Yang melegakan dari UU ini adalah semakin luasnya kewenangan Pengadilan Agama khususnya kewenangan dalam menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syari'ah. Untuk menjelaskan berbagai persoalan syari'ah di atas Dewan Syari'ahNasional (DSN) telah mengeluarkan sejumlah fatwa yang berkaitan dengan ekonomi syari'ah yang sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai 53 fatwa. Fatwa tersebut dapat menjadi bahan utama dalam penyusunan kompilasitersebut. Sehubungan dengan tambahan kewenangan yang cukup banyak kepada pengadilan agama sebagaimana pada UU No. 3 tahun 2006 yaitu mengenai ekonomi syari'ah, sementara hukum Islam mengenai ekonomi syari'ah masih tersebar di dalam kitab-kitab fiqh dan fatwa Dewan Syari'ah Nasional, kehadiran Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES) yang didasarkan pada PERMA Nomor 2 Tahun 2008, tanggal 10 September 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah, menjadi pedoman dan pegangan kuat bagi para Hakim Pengadilan Agama khususnya, agar tidak terjadi disparitas putusan Hakim, dengan tidak mengabaikan penggalian hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sebagaimana maksud Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah terdiri dari 4 Buku, 43 Bab, 796 Pasal.
(3) Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3832), yang digantikan oleh UU Nomor 13 Tahun 2008. UU pengganti ini memiliki 69 pasal dari sebelumnya 30 pasal. UU ini mentikberatkan pada adanya pengawasari dengan dibentuknya Komisi Pengawasan Haji Indonesia [KPHI]. Demikian juga dalam UU ini diiatur secara terperinci tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji [BPIH]. Aturan baru tersebut diharapkan dapat menjadikan pelaksanaan ibadah haji lebih tertib dan lebih baik.
(4) Undang-Undang Pengelolaan Zakat
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggaI 23 September 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3885).
(5) Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.
Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 No.172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3893).
(6) Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh
Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4134).
(7) Kompilasi Hukum Islam
Perwujudan hukum bagi umat Islam di Indonesia terkadang menimbulkan pemahaman yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering terjadi perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu diperlukan upaya penyeragaman pemahaman dan kejelasan bagi kesatuan hukum Islam. Keinginan itu akhirnya memunculkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang saat ini telah menjadi salah satu pegangan utama para hakim di lingkungan Peradilan Agama. Sebab selama ini Peradilan Agama tidak mempunyai buku standar yang bisa dijadikan pegangan sebagaimana halnya KUH Perdata. Dan pada tanggal 10 Juni 1991 Presiden menandatangani Inpress No.1 Tahun 1991 yang merupakan instruksi untuk memasyarakatkan KHI.
(8) Undang-undang tentang Wakaf
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4459). Kemudian pada tanggal 15 Desember 2006 ditetapkanlah peraturan pemerintah Republik. Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Maksud penyusunan peraturan pelaksanaan PP ini adalah untuk menyederhanakan pengaturan yang mudah dipahami masyarakat, organisasi dan badan hukum, serta pejabat pemerintahan yang mengurus perwakafan, BWI, dan LKS, sekaligus menghindari berbagai kemungkinan perbedaan penafsiran terhadap ketentuan yang berlaku.
(9) Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, semakin menegaskan legalitas penerapan syariat Islam di Aceh. Syariat Islam yang dimaksud dalam undang-undang ini meliputi ibadah, al-ahwalal-syakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukumpidana), qadha (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syi'ar, danpembelaan Islam. Di samping itu keberadaan Mahkamah Syar'iyah yang memiliki kewenangan yang sangat luas semakin memperkuat penerapan hukum Islam di Aceh. Mahkamah Syar'iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh. Mahkamah ini berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang al-ahwalal-syakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata) tertentu, jinayah (hukum pidana) tertentu, yang didasarkan atas syari'at Islam.
10) Undang-undang Tentang Perbankan Syari'ah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang diundangkan pada tanggal 10 November 1998, menandai sejarah baru di bidang perbankan yang mulai memberlakukan sistem ganda duel system banking di Indonesia, yaitu sistem perbankan konvensional dengan piranti bunga, dan sistem perbankan dengan peranti akad-akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sejarah perbankan secara faktual telah mencatat bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1992 hingga Mei 2004 telah berkembang pesat perbankan syariah. Secara kuantitatif jumlah bank syariah pada tahun 1992 hanya ada satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank Mu'amalat Indonesia, dan BPRS, tetapi saat ini telah ada dua Bank Umum Syariah dengan 114 kantor cabang dan pembantu Bank Syariah. Pada tahun 2006 jumlah Bank Syariah telah berkembang dua kali lipat dari jumlah dua tahun yang lalu. Tren perkembangan perbankan syariah yang begitu cepat dengan memperoleh simpatik luas dari umat muslim dan juga dari nonmuslim.Sistem Perbankan Syariah berdiri di atas akad-akad yang telah disepakati bersama dengan prinsip syariah tak boleh merugikan dan juga tidak boleh membebankan kerugian bersama kepada salah satu pihak. Keuntungan menjadi keuntungan bersama, dan juga kerugian menjadi kerugian yang harus ditanggung bersama. Sistem perbankan syariah telah teruji dan terbukti di seluruh dunia, termasuk Indonesia,dalam menghadapi krisis moneter yang dapat terjadi kapan saja. Pemerintah telah menyatakan keseriusannya untuk menelaah urgensi pembuatan UU Perbankan Syariah di Indonesia, dan akhirnya pada tanggal 17 Juni 2008 DPR mengesahkan Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah yang diundangkan pada tanggal 16 Juli 2008. Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 94 tentang Perbankan Syariah, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867). Peluasan kelembagaan perbankan syariah telah merambah kepada aspek-aspek ekonomi syariah sebagai berituk-bentuk produk perbankan syariah. Dan Perbankan Syariah sebagai suatu lembaga dalam perbankan, menuntut adanya kepastian hukum, penegakan hukum, dan keadilan, serta antisipasi hukum apabila terjadi konflik antara pihak nasabah dengan pihak bank. Undang-Un dang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diundangkan pada tanggal 20 Maret tahun 2006 telah memberi amanat kepada Lembaga Peradilan Agama sebagai salah satu lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara tertentu termasuk perkara perbankan dan ekonomi syariah yang terjadi di Indonesia. Saat ini perkembangan Perbankan Syariah tidak hanya dalam jasa bank saja tapi juga merambah sektor lain seperti Asuransi Syariah, Obligasi Syariah, Reksadana Syariah dan produk lainnya. Hal yang tak kalah pentingnya guna menutupi kekurangan aturan hukum yang ada maka Perbankan Syariah sangat mengandalkan apa yang dinamakan dengan kepercayaan sebagai modal utama dan karakteristik Perbankan Syariah. Pada Bank Syariah, prinsip utama yang dipegang yaitu kepercayaan dan kejujuran berlandaskan syariah sedangkan pada Bank Konvensional dalam pembiayaan menerapkan 5 prinsip; Penilaian watak (character), Penilaian kemampuan (capability), Penilaian terhadap modal (capital), Penilaian agunan (collateral), Penilaian prospek usaha (condition of economic)'. CEO Muamalat Institute, Amir Rajab Batubara menyatakan bahwa di Eropa dan di AS, Bank Islam menunjukkan eksistensinya sebagai bank yang menjadi pilihan masyarakat, bank Islam lebih adil, lebih bernilai dan hasilnya lebih menjanjikan, karena itu nasabahnya tidak hanya kelompok Islam tapi juga non muslim. Perbankan syariah di Indonesia mulai dikembangkan sejak berlakunya Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan yang istilahnya dikenal dengan prinsip bagi hasil. Undang-Undang ini telah memberikan landasan hukum bagi pengoperasian Perbankan Syar;ah secara legal dan menjadi milestone penting yang menandai pemberlakuan dual banking sytem di Indonesia, yaitu beroperasinya Bank Konvensional dan Bank Syariah dalamsistem perbankan nasional.
Penyempurnaan landasan hukum keberlakuan Perbankan Syariah terdapatdalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang merupakan amandemen dari Undang-Undang NO.7 tahun 1992. Dalam Undang-Undang NO.10 tahun 1998 dinyatakan dengan jelas mengenai penggolongan kegiatan usaha bank menjadi 2 (dua) jenis yaitu bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melakukan usahanya berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan hukum Islam. Undang -Undang ini, memungkinkan pula Bank Konvensional membuka kantor cabang syariah atau dikenaldengan istilah dual banking system. Perkembangan Bank Syariah tak bisa dilihat sebelah mata,perkembangan yang pesat serta pelajaran yang diberikan pada krisis 1997, telah memunculkan harapan bagi sebagian masyarakat bahwa pengembangan Ekonomi Syariah merupakan satu solusi bagi peningkatan ketahanan ekonomi nasional, disamping juga sebagaikebutuhan umat Islam. Prospek ke depan, menurut penelitian bahwa sampai tahun 2011 Perbankan Syariah akan mengalami pertumbuhan sebesar 15% dari total aset perbankan nasional(4.218 Triliun) dari market share Perbankan Syariah sebesar 0.26 % atau sebesar Rp 204 Triliun. Dan secara prinsip ada 3 hal yang membedakan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah:
1. Bank Syariah dijalankan dengan prinsip nisbah (bagi hasil) untuk menghimpun dana dan pembiayaan.
2. Bank Syariah tidak boleh membiayai proyek yang dilarang oleh Undang-Undang maupun hukum Islam.
3. Tidak boleh melakukan tindakan spekulatif seperti transaksi valuta asing (hedging & future trading).
C. Penerapan Syariat Islam terhadap golongan minoritas atau non muslims
Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. hal ini dinyatakan dalam ideology bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
1. Hindu
Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2006 adalah 6,5 juta orang), sekitar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan nomor empat terbesar. Namun jumlah ini diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). PHDI memberi suatu perkiraan bahwa ada 18 juta orang penganut Hindu di Indonesia. Sekitar 93 % penganut Hindu berada di Bali. Selain Bali juga terdapat di Sumatera, Jawa, Lombok, dan pulau Kalimantan yang juga memiliki populasi Hindu cukup besar, yaitu di Kalimantan Tengah, sekitar 15,8 % (sebagian besarnya adalah Hindu Kaharingan, agama lokal Kalimantan yang digabungkan ke dalam agama Hindu).
2. Budha
Menurut sensus nasional tahun 1990, lebih dari 1% dari total penduduk Indonesia beragama Buddha, sekitar 1,8 juta orang. Kebanyakan penganut agama Buddha berada di Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat agama Konghucu dan Taoisme tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka dianggap sebagai penganut agama Buddha.
3. Kristen Katolik
Pada tahun 2006, 3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para penganut Protestan. Mereka kebanyakan tinggal di Papua dan Flores.
4. Islam
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Sedangkan di wilayah timur Indonesia, persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat. Sekitar 98% Muslim di Indonesia adalah penganut aliran Sunni. Sisanya, sekitar dua juta pengikut adalah Syiah (di atas satu persen), berada di Aceh.
5. Kristen Protestan
Di Indonesia, terdapat dua provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua dan Sulawesi Utara, dengan 60% dan 64% dari jumlah penduduk. Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa yang berpusat di sekeliling Manado, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-19. Saat ini, kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Pada tahun 2006, lima persen dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen Protestan.
6. Konghucu
Agama Konghucu berasal dari China daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia (sekarang Jakarta).
Pada saat ini, di Indonesia kemungkinan untuk terjadinya idealisasi terhadap syariah sangat dimungkinkan terjadi. Karena adanya kesenjangan social dalam pemberlakuan sistem hukum nasional. Padahal syariyah itu sendiri, dan bahkan kehidupan keagamaan secara umum sangat tergantung kepada factor-faktor lain. Tetapi ketika orang kehilangan orientasi, mengalami dislokasi, hukum tidak tegak, dan sebagainya, maka terjadi idealisasi terhadap syariat. seolah-olah syariat itu bisa menyelesaikan masalah. Padahal persoalan-persoalan internal di dalam syariat itu sendiri masih banyak, belum terselesaikan. Bagaimana kemudian kalau masalah internal ini belum diselesaikan, sementara itu juga ada keinginan kuat untuk menerapkan, apakah ini tidak menimbulkan masalah-masalah berikutnya.
Permasalahan berikutnya adalah jika terjadi ekses dari penerapan syariat Islam, bahkan terhadap kaum muslim sendiri. Jadi kita harus akui, ada juga kalangan muslim yang belum siap menerima hal itu. Hal ini adalah kenyataan sosiologis. Dan disini, fungsi dan peranan dakwah.
Tapi kalau bicara soal ekses, kita juga pernah dengar laporan, misalnya di wilayah tertentu yang berusaha menerapkan syariat Islam, misalnya perempuan harus mengenakan jilbab, dan itu tidak ada masalah buat kaum muslimah. Namun, eksesnya yang muncul adalah perempuan non muslim juga harus memakai jilbab karena sulit membedakan apakh dia muslim atau bukan. Kemudian dia terpaksa mengenakan jilbab, dan untuk menjelaskan jati dirinya dia memakai salib di dadanya. Nah, ketika dia memakai jilbabdan memakai salib, menimbulkan masalah baru, dia dianggap melecehkan. Jadi ini satu masalah yang tadi telah disinggung.
Syariat selalu diklaim hanya diberlakukan untuk orang Islam, tidak mungkin untuk non muslim. Tapi sebagaimana saya katakana tadi, kalau kita memang ingin menegakkan hal seperti itu, itu harus jelas, harus dirinci. Kalau tidak akan muncul ekses seperti yang telah dicontohkan tadi.
»» READMORE...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi startegis dan konseptual yang bersifat laboratorium operasional menurut bidangnya masing-masing di BEM FH UNMER MALANG Periode 2009-2010 yang bertanggung jawab kepada ketua BEM FH yang dipimpin oleh koordinator yang membawahi staf departemen. Untuk itu, kami sebagai pengurus dari Departemen Penalaran Hukum melaksanakan tugas yang tertera dalam Job Description dan program kerja Departeman. Salah satu tugas itu adalah mengadakan diskusi rutinan tiap bulan dengan adanya follow up ( ps. 2 angka 9 ).
Pada kesempatan ini, kami mengajak kawan-kawan dari lingkungan internal untuk dapat mengikuti kegiatan ini. Dengan memaparkan salah satu topik yang hangat di era reformasi saat ini, yaitu mengenai Perkembangan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional. Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini hukum Islam berkembang secara bertahap menuju masyarakat yang masyhur. Seperi dapat kita tinjau, di kawasan Barat Indonesia yakni tepatnya di Nangroe Aceh Darussalam. Disana syariat Islam telah diberlakukan, berbeda dengan kawasan selain Nangroe Aceh Darussalam. Tetapi ada pula syariat Islam yang telah diberlakukan secara Nasional, diantaranya terdapat pemberlakuan Sistem Hukum Bank Syar’iyah. Dengan adanya perkembangan tersebut umat Islam Indonesia lebih bisa tersenyum, karena mereka bisa lebih tenang lagi dalam menjalankan syariatnya. Tetapi disisi lain, mungkin ada yang belum dapat menerimanya secara utuh, yakni di sekitar daerah Tengah dan Timur Indonesia, diantaranya; Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Flores maupun Papua. Dikarenakan sebagian besar penduduknya masih menganut agama non Islam. Untuk itulah sebagai mahasiswa fakultas hukum, tentu kita memiliki solusi yang baik dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Demikianlah sedikit pernak-pernik permasalahan yang kami paparkan untuk dapat kita diskusikan bersama. Sebagai kaum intelek yang bijak, marilah kita kritisi permasalan ini dengan kepala dingin dan hati yang sejuk agar kita dapat memecahkan masalah secara jelas dan sesuai dengan sasaran permasalahan.
B. Masalah
1. Bagaimanakah perbedaan definisi hukum dalam sudut pandang Islam dan sistem Barat ?
2. Bagaimanakah prospek dan potensi yang dimiliki hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional ?
3. Bagaimanakah pengaruh penerapan syariat Islam terhadap golongan minoritas ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui perbedaan definisi hukum dalam sudut pandang Islam dan sistem Barat
2. Untuk mengetahui prospek dan potensi yang dimiliki hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional
3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan syariat Islam terhadap golongan minoritas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perbedaan definisi hukum dalam sudut pandang Islam dan sistem Barat.
A.1. Apa Yang Dikatakan Hukum
1. Seluruh Hukum yang Maujud diatur oleh Hukum
Untuk memberikan definisi tentang apa yang dikatakan hukum, banyak para ahli menyatakan tidak ada kemungkinanannya. Tidak mungkinnya memberikan definisi tentang apa yang dikatakan hukum itu disebabkan oleh luasnya lapangan hukum itu, apabila seorang ahli hukum mencoba memberikan definisi hukum, maka selalulah pendapatnya itu akan berbeda dengan pendapat ahli hukum yang lain. Sehingga kita dewasa ini, belumlah mempunyaI suatu definisi yang pasti tentang apa yang dikatakan hukum itu.
Tetapi ada suatu hal yang mereka sudah sepakati. Hukum itu hanya ada dalam masyarakat ummat manusia. Utrecht mengatakan mengatakan bahwa hukum itu baru ada, setelah adanya masyarakat ummat manusia. Berdasarkan pendapat ini, maka yang dikatakan hukum itu hanyalah hukum yang ada dalam masyarakat ummat manusia saja. Seolah-olah di luar masyarakat ummat manusia itu tidak ada hukum lagi.
Tetapi kalau kita mempunyai pendapat bahwa hukum itu mempunyai fungsi mengurus tata-tertib masyarakat, maka tentulah kita harus pula mengakui bahwa setiap masyarakat yang di dalamnya terjadi tata-tertib, adalah diatur oleh hukum. Dan hukum itu tentu ada dalam masyarakat itu. Dan apabila kita memberikan arti kepada kata masyarkat itu sebagai suatu keadaan berkumpul bersama-sama dalam suatu tempat yang tertentu dengan melakukan fungsi masing-masing, maka keadaan bermasyarakat itu bukan saja terdiri pada ummat manusia, tetapi juga pada seluruh maujud ini. Ada masyarakat benda mati, masyarakat tumbuh-tumbuhan, masyarkat binatang, dan yang lebih besar lagi, masyarakat tata-surya.
Memang hukum yang ada dalam masyarakat-masyarakat yang kita sebutkan di atas itu, berlainan dari pada hukum yang ada dalam masyarakat ummat manusia. Tetapi toh ada hukum. Perlainannya tentu ditimbulkan oleh perlainan obyek yang diatur oleh hukum itu. Perlainan obyek yang diatur oleh hukum, tentu tidak dapat memberikan kesimpulan bahwa hukum itu tidak ada. Begitu juga perlainan isi, tidak dapat memberikan kesimpulan kepada kita bahwa hukum yang berlainan isinya itu tidak ada. Bahkan anarki sendiripun tidak dapat memberikan kesimpulan kepada kita bahwa di sana tidak ada hukum. Anarki itu timbul karena tidak mengindahkan hukum. Perkataan tidak mengindahkan hukum, membawa pengertian bahwa di sana masih ada hukum. Hanya saja hukum yang ada itu tidak lagi ditaati dan dituruti.
Dari keterangan yang kita berikan di atas, jelaslah bahwa ada tata-tertib di dalam masyarakat ummat manusia. Jadi hukum itu bukan saja ditemui alam yang di luar masyarakat ummat manusia, tetapi juga dalam seluruh maujud ini. Begitulah Qur’an sudah mengatakan. Bahwa dijadikan langit dan bumi dan segala yang ada di antaranya, bukan dengan sia-sia, tetapi dengan ada peraturan-perjauaturan tertentu. Jadi, hukum itu ada pada segala yang maujud. Hukum menurut Qur’an, jauh lebih luas daripada hukum yang diartikan oleh ilmu hukum dewasa ini.
Kelihatannya memang begitulah pendirian yang dalam ilmu hukum. Sungguhpun hanya dikatakan hukum saja, dengan tidak ada kata-kata yang membatasi pengertian, tidak ada suatu determinasi, maka rupanya sudah sama-sama dimengerti bahwa hukum yang dimaksud adan pekrjaanalah hukum dalam masyarakat ummat manusia.
Pandangan Qur’an yang begitu luas mengenai hukum ini, berpangkal kepada suatu sikap yang memandang bahwa seluruh alam ini, termasuk manusia, dijadikan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana. Dan segala yang dijadikan-Nya di atas alam ini, diserahkan-Nya kepada manusia untuk dieksploitir, guna kesempurnaan ummat manusia itu sendiri. Apabila seluruh yang ada dalam alam ini dijadikan dan disuruh pergunakan serta disuruh pikirkan kepada ummatmanusia, maka penggunaan dan car pemikiran itu menuruti hukum-hukum yang sudah ada dalam seluruh kejadian itu. Dan adanya hukum dalam seluruh kejadian itu sudah pula ditunjukkan oleh Qur’an, seperti yang telah kiseperti yang telah kitaa terangkan di atas tadi.
2. Lima Kategori Hukum
Kita mengetahui bahwa hukum dalam masyarakat ummat manusia menimbulkan kewajiban dan / hak kepada tiap-tiap manusia. Dalam hakikatnya, hak itu adalah fakultatif, sedangkan kewajiban itu aktif. Kita takkan pula bahwa kewajiban yang ditimbulkan oleh hukum itu adakalanya merupakan kewajiban untuk tidak mengerjakan sesuatu.
Dan dalam masyarakat, kita pun melihat dan bertemu dengan pekerjaan-pekerjaan dan perbuatan-perbuatan, yang kalau kita lakukan atau tidak kita lakukan, maka hasil kebaikan atau hasil kejahatan (bahayanya) kepada masyarakat tidaklah bersamaan. Ada yang banyak kebaikannya, ada pula yang sedikit. Ada yang besar bahayanya, ada pula yang kecil. Bahkan ada pula yang tidak ada kebaikan dan kejahatan (bahayanya) sama sekali kepada masyarakat. Menolong seorang yang dalam bahaya akan mati lemas, tentu tidak sama nilai kebaikannya dengan pekerjaan membuang sekeping pecahan kaca dari jalan umum. Mengerjakan pekerjaan berjudi tentu tidak sam nila kejatannya dengan mencerca seorang di belakangnya. Kalau saya memilih kapal terbang sebagai kendaraan saya untuk pergi ke Jakarta, maka pilihan saya itu tidak ada nilai baik atau jahatnya kepada masyarakat.
Karena kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat ummat manusia seperti diatas itu, maka islam membagi hukum kepada lima buah kategori :
1. Wajib
2. Sunnat
3. Haram.
4. Makruh
5. Mubah
Pengertian,
1. Wajib, menunjukkan kepada suatu sikap psychis yang tidak boleh tidak harusdipunyai, atau perbuatan yang tidak boleh tidak harus dikerjakan.
2. Sunnat, menunjukkan kepada suatu sikap psychisyang dianjurkansupaya dipunyai, atau suatu perbuatan yang dinjurkan supaya dikerjakan.
3. Haram, menunjukkan kepada suatu sikap psychis yan tidak boleh tidak harus ditinggalkan, atau suatu perbuatan yang tidak boleh tidak mesti ditinggalkan.
4. makruh, menujukkan kepada suatu sikap psychis yang dianjurkan supaya ditinggalkan atau supaya perbuatan yang dianjurkan supaya tidak dikerjakan.
5. Mubah, menunjukan kepada suatu sikap psychis atau suatu perbuatan yang terserah kepada manusia untuk mengerjakanan atau tidak mengerjakan.
Seperti kita ketahui, hukum romawi itu hanya mempumyai tiga kategori hukum, yaitu :
1. imperare (suruhan)
2. prohibere (larangan)
3. permittere (hal-hal yang diizinkan)
Kalau kita bandingkan dengan kategori hukum Qur’an, maka imperare sama dengan wajib, prohibere sama dengan hara, permittere sama dengan jaiz (mubah). Tidak ada diketemukan sunnat dan makruh dala hukum romawi.
Manusia yang hanya mempunyai suruhan dan larangan dalam hidupnya, tidak mempunyai sumber-sumber moril dalam dirinya. Manusia yang seperti ini adalah manusia yang kasar. Hal ini mengingatkan kita kepada gladiator di zaman romawi. Memang kategori hukumnya cocok dengan munculnya gladiator di dalam masyarakat mereka.
A.2. KEWAJIBAN DAN HAK
1. Hukum memberikan kewajiban kepada manusia.
Jikalau pasal 362 KUH Pidana mengancam perbuatan pencurian dengan hukuman, maka hal itu berarti bahwa kepada setiap orang diberikan kewajiban supaya meninggalakan perbuatan pencurian tersebut.
Begitu pula apabila terjadi perjanjian jual-beli se[erti yang disebutkan oleh pasal 1475 KUH Perdata, maka hal ini berarti bahwa masing-masing pihak dipikulkan kewajiban supaya melakukan suatu pekerjaan. Yang seorang sebagai pembeli, mempunyai kewajiban untuk membayar harga barang yang dibelinya, dan yang seorang lagi sebagai penjual, mempunyai mkewajiban untuk menyerhkan barang yang dijualnya itu.
Dan apabila Qur’an mengatakan bahwa sebagai orang Islam, orang wajib mengerjakan puasa dalam bulan Ramadhan, maka hal itu berarti bahw akepada orang Islam dipikulkan kewajiban untuk mengerjakan puasa dalam bulan tersebut.
Dengan mengatakan hal ini, bukanlah meniadakan bahwa hukum itu juga memberikan hak-hak kepada manusia. Dalam definisi kita tentang hukum, sudah kita katakana bahwa hukum itu, selain memberikan kewajiban kepada manusia, juga memberikan beberapa hak. Hanya kita hendak mengatakan bahwa hukum itu memberikan kewajiban kepada manusia, sebagai tugasnya yang pertama dan utama. Bukan memberikan hak. Hak itu baru timbul setelah kewajiban dilaksanakan.
Ilmu hukum mengatakan bahwa hak pribadi manusia mengenai keselamatan jiwa, badan dan kehormatan dilindungi oleh undang-undang. (Lihatlah pasal-pasal 310, 338, 360 KUH Pidana dan pasal-paasl 1370, 1371, 1373 KUH Perdata). Begitu pula dengan hak-hak yang lain itu, selalu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Dan karena ilmu hukum memang lebih memntingkan hak daripada kewajiban, maka pembicaraan mengenai ini mendapat tempat yang panjang sekali. Dan hamper tidak ada ilmu hukum mebicarakan kewajiban, seolah-olah masyarakat ummat manusia ini akan teratur dan selamat hanya dengan memberikan hak-hak saja kepada manusia. Dengan tidak usah mengerjakan kewajiban-kewajiban.
Tetapi seperti kita katakan di atas, hukum Qur’an lebih mementingkan kewajiban daripada hak. Kewajiban yang lebih dahulu dipikulkan kepada manusia. Menurut hukum Qur’an, tidak ada gunanya hak rpibadi manusia itu, jikalau manusia itu tidak mengerjakan kewajibannya. Qur’an mengatakan bahwa hak-hak pribadi manusia itu adalah untuk dipergunakan guna melakukan kewajiban.
Cara pemikiran ilmu hukum yang seperti ini, yang meletakkan prioritas kepada hak, berasal daripada pemikiran zaman renaissance, yang menjelmakan individualisme. Pemikiran yang dikungkung oleh fenomena dalam masyarakat yang ada sebelum itu, yang memprlihatkan tidak adanya manuisa mempunyai hak-hak yang diperlukannya. Maka orang salah mengartikan sewaktu orang mengatakan bahwa kemajuan yang tidak ada itu disebabkan karena manusia tidak mempunyai hak-hak yang diperlukannya. Dan karena selalu membulatkan pandangan kepada hak-hak yang harus dipunyai oleh manusia, maka orang melupakan akan kewajiban-kewajiban yang juga harus dipunyai oleh manusia itu, jikalau manusia dan masyartakatnya hendak selamat dan sempurna.
Kesalahan jalan pemikiran yang seperti ini rupanya dirasakan juga oleh Leon Duguit. Tetapi Leon Duguit terlalu menekankan kepada kewajiban, sehingga dia mengatakan tidak ada hak subyektif yang dipunyai oleh manusia. Dan masa sekarang, orang mulai hendak memperbaiki kesalahan cara pemikiran ini dengan mengemukakan istilah fungsi sosial. Maka dikatakan bahwa harta kekayaan seorang manusia itu mempunyai fungsi sosial, dengan pengertian bahwa dalam mempergunakan hak mutlaknya tentang harta kekayaan, orang harus mengindahkan kepentingan masyarakat.
Tetapi persoalan ini tidak akan berbelit-belit, apabila untuk manusia, bukan hak yang lebih dipentingkan, tetapi kewajiban, seperti yang diatur menurut hukum Qur’an. Selain daripada itu, sikap ilmu hukum yang lebih mementingkan hak daripada kewajiban itu mempunyai akibat-akibat psychologis yang amat dalam dan membahayakan dalam masyarakat ummat manusia. Dari seorang manusia saja di tengah pasar, sampai kepada Sidang Dewan Keamanan PBB, manuisa selalu meneriakkan hak-haknya dan meminta diperhatikan hak-haknya. Jarang kita mendengar manuisa itu membicarakn kewajiban-kewajibannya itu. Veto dalam Sidang Dewan Keamanan berdasarkan kepada hak-hak yang dirasakan dilanggar oleh orang lain. Hak subyektif yang lebih dipentingkan oleh ilmu hukum daripada kewajiban telah membawa ummat manusia ke dalam suatu kekusutan dan kegoncangan.
B. Beberapa Undang-Undang di Indonesia yang bersumber pada Hukum Islam
Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional kita di Indonesia selama ini pada dasarnya terbentuk atau dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem hukum barat,hukum adat dan sistem hukum islam, yang masing-masing menjadi sub-sistemhukum dalam sistem hukum Indonesia. Sistem hukum Barat merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang selama 350 tahun menjajah Indonesia. Penjajahan tersebut sangat berpengaruh pada sistem hukum nasional kita. Sementara System Hukum Adat bersendikan atas dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia, dan untuk dapat sadar akan sistem hukum adat orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Kemudian sistem hukum islam, yang merupakan sistem hukum yang bersumber pada kitab suci AIquran dan yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad dengan hadis/sunnah-Nya serta dikonkretkan oleh para mujtahid dengan ijtihadnya.
Bustanul Arifin menyebutnya dengan gejala social hukum itu sebagai perbenturan antara tiga sistem hukum, yang direkayasa oleh politik hukum kolonial Belanda duluyang hingga kini masih belum bisa diatasi, seperli terlihat dalam, sebagian kecil pasal pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dari ketiga sistem hukum di atas secara objektif dapat kita nilai bahwa hukum Islamlah ke depan yang lebih berpeluang memberi masukan bagi pembentukan hukum nasional. Selain karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan adanya kedekatan emosional dengan hukum islam juga karena sistem hukum barat/kolonial sudah tidak berkembang lagi sejak kemerdekaan Indonesia, sementara hukum adat juga tidak memperlihatkan sumbangsih yang besar bagi pembangunan hukum nasional, sehingga harapan utama dalam pembentukan hukum nasional adalah sumbangsih hukurn Islam.
Hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam pembangunan hukum nasional. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan hukum nasional layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum nasonal yaitu:
1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti, UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat, dan UU Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa undang-undang lainnya yang langsung maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakui keberadaan Bank Syari'ah dengan prinsip syari'ahnya., atau UU NO. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang semakin memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen beragama Islam akan memberikan pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi kepentingannya.
3. Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitaskeagamaan masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran mereka menjalankan Syari'at atau hukum Islam, seperti pembagian zakat dan waris.
4. Politik pemerintah atau political will dari pemerintah dalam hal ini sangat menentukan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah maka cukup berat bagi Hukum Islam untuk menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.
(1) Undang-Undang Perkawinan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 No. Tambahan Lembaran Negara Nomer 3019).
(2) Undang-Undang Peradilan Agama
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989 (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1989 No. 49, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia No. 3400). Kemudian pada tanggal 20 Maret 2006 disahkan UU Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agarna. Yang melegakan dari UU ini adalah semakin luasnya kewenangan Pengadilan Agama khususnya kewenangan dalam menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syari'ah. Untuk menjelaskan berbagai persoalan syari'ah di atas Dewan Syari'ahNasional (DSN) telah mengeluarkan sejumlah fatwa yang berkaitan dengan ekonomi syari'ah yang sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai 53 fatwa. Fatwa tersebut dapat menjadi bahan utama dalam penyusunan kompilasitersebut. Sehubungan dengan tambahan kewenangan yang cukup banyak kepada pengadilan agama sebagaimana pada UU No. 3 tahun 2006 yaitu mengenai ekonomi syari'ah, sementara hukum Islam mengenai ekonomi syari'ah masih tersebar di dalam kitab-kitab fiqh dan fatwa Dewan Syari'ah Nasional, kehadiran Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES) yang didasarkan pada PERMA Nomor 2 Tahun 2008, tanggal 10 September 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah, menjadi pedoman dan pegangan kuat bagi para Hakim Pengadilan Agama khususnya, agar tidak terjadi disparitas putusan Hakim, dengan tidak mengabaikan penggalian hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sebagaimana maksud Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah terdiri dari 4 Buku, 43 Bab, 796 Pasal.
(3) Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3832), yang digantikan oleh UU Nomor 13 Tahun 2008. UU pengganti ini memiliki 69 pasal dari sebelumnya 30 pasal. UU ini mentikberatkan pada adanya pengawasari dengan dibentuknya Komisi Pengawasan Haji Indonesia [KPHI]. Demikian juga dalam UU ini diiatur secara terperinci tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji [BPIH]. Aturan baru tersebut diharapkan dapat menjadikan pelaksanaan ibadah haji lebih tertib dan lebih baik.
(4) Undang-Undang Pengelolaan Zakat
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggaI 23 September 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3885).
(5) Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.
Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 No.172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3893).
(6) Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh
Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4134).
(7) Kompilasi Hukum Islam
Perwujudan hukum bagi umat Islam di Indonesia terkadang menimbulkan pemahaman yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering terjadi perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu diperlukan upaya penyeragaman pemahaman dan kejelasan bagi kesatuan hukum Islam. Keinginan itu akhirnya memunculkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang saat ini telah menjadi salah satu pegangan utama para hakim di lingkungan Peradilan Agama. Sebab selama ini Peradilan Agama tidak mempunyai buku standar yang bisa dijadikan pegangan sebagaimana halnya KUH Perdata. Dan pada tanggal 10 Juni 1991 Presiden menandatangani Inpress No.1 Tahun 1991 yang merupakan instruksi untuk memasyarakatkan KHI.
(8) Undang-undang tentang Wakaf
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4459). Kemudian pada tanggal 15 Desember 2006 ditetapkanlah peraturan pemerintah Republik. Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Maksud penyusunan peraturan pelaksanaan PP ini adalah untuk menyederhanakan pengaturan yang mudah dipahami masyarakat, organisasi dan badan hukum, serta pejabat pemerintahan yang mengurus perwakafan, BWI, dan LKS, sekaligus menghindari berbagai kemungkinan perbedaan penafsiran terhadap ketentuan yang berlaku.
(9) Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, semakin menegaskan legalitas penerapan syariat Islam di Aceh. Syariat Islam yang dimaksud dalam undang-undang ini meliputi ibadah, al-ahwalal-syakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukumpidana), qadha (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syi'ar, danpembelaan Islam. Di samping itu keberadaan Mahkamah Syar'iyah yang memiliki kewenangan yang sangat luas semakin memperkuat penerapan hukum Islam di Aceh. Mahkamah Syar'iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh. Mahkamah ini berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang al-ahwalal-syakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata) tertentu, jinayah (hukum pidana) tertentu, yang didasarkan atas syari'at Islam.
10) Undang-undang Tentang Perbankan Syari'ah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang diundangkan pada tanggal 10 November 1998, menandai sejarah baru di bidang perbankan yang mulai memberlakukan sistem ganda duel system banking di Indonesia, yaitu sistem perbankan konvensional dengan piranti bunga, dan sistem perbankan dengan peranti akad-akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sejarah perbankan secara faktual telah mencatat bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1992 hingga Mei 2004 telah berkembang pesat perbankan syariah. Secara kuantitatif jumlah bank syariah pada tahun 1992 hanya ada satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank Mu'amalat Indonesia, dan BPRS, tetapi saat ini telah ada dua Bank Umum Syariah dengan 114 kantor cabang dan pembantu Bank Syariah. Pada tahun 2006 jumlah Bank Syariah telah berkembang dua kali lipat dari jumlah dua tahun yang lalu. Tren perkembangan perbankan syariah yang begitu cepat dengan memperoleh simpatik luas dari umat muslim dan juga dari nonmuslim.Sistem Perbankan Syariah berdiri di atas akad-akad yang telah disepakati bersama dengan prinsip syariah tak boleh merugikan dan juga tidak boleh membebankan kerugian bersama kepada salah satu pihak. Keuntungan menjadi keuntungan bersama, dan juga kerugian menjadi kerugian yang harus ditanggung bersama. Sistem perbankan syariah telah teruji dan terbukti di seluruh dunia, termasuk Indonesia,dalam menghadapi krisis moneter yang dapat terjadi kapan saja. Pemerintah telah menyatakan keseriusannya untuk menelaah urgensi pembuatan UU Perbankan Syariah di Indonesia, dan akhirnya pada tanggal 17 Juni 2008 DPR mengesahkan Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah yang diundangkan pada tanggal 16 Juli 2008. Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 94 tentang Perbankan Syariah, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867). Peluasan kelembagaan perbankan syariah telah merambah kepada aspek-aspek ekonomi syariah sebagai berituk-bentuk produk perbankan syariah. Dan Perbankan Syariah sebagai suatu lembaga dalam perbankan, menuntut adanya kepastian hukum, penegakan hukum, dan keadilan, serta antisipasi hukum apabila terjadi konflik antara pihak nasabah dengan pihak bank. Undang-Un dang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diundangkan pada tanggal 20 Maret tahun 2006 telah memberi amanat kepada Lembaga Peradilan Agama sebagai salah satu lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara tertentu termasuk perkara perbankan dan ekonomi syariah yang terjadi di Indonesia. Saat ini perkembangan Perbankan Syariah tidak hanya dalam jasa bank saja tapi juga merambah sektor lain seperti Asuransi Syariah, Obligasi Syariah, Reksadana Syariah dan produk lainnya. Hal yang tak kalah pentingnya guna menutupi kekurangan aturan hukum yang ada maka Perbankan Syariah sangat mengandalkan apa yang dinamakan dengan kepercayaan sebagai modal utama dan karakteristik Perbankan Syariah. Pada Bank Syariah, prinsip utama yang dipegang yaitu kepercayaan dan kejujuran berlandaskan syariah sedangkan pada Bank Konvensional dalam pembiayaan menerapkan 5 prinsip; Penilaian watak (character), Penilaian kemampuan (capability), Penilaian terhadap modal (capital), Penilaian agunan (collateral), Penilaian prospek usaha (condition of economic)'. CEO Muamalat Institute, Amir Rajab Batubara menyatakan bahwa di Eropa dan di AS, Bank Islam menunjukkan eksistensinya sebagai bank yang menjadi pilihan masyarakat, bank Islam lebih adil, lebih bernilai dan hasilnya lebih menjanjikan, karena itu nasabahnya tidak hanya kelompok Islam tapi juga non muslim. Perbankan syariah di Indonesia mulai dikembangkan sejak berlakunya Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan yang istilahnya dikenal dengan prinsip bagi hasil. Undang-Undang ini telah memberikan landasan hukum bagi pengoperasian Perbankan Syar;ah secara legal dan menjadi milestone penting yang menandai pemberlakuan dual banking sytem di Indonesia, yaitu beroperasinya Bank Konvensional dan Bank Syariah dalamsistem perbankan nasional.
Penyempurnaan landasan hukum keberlakuan Perbankan Syariah terdapatdalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang merupakan amandemen dari Undang-Undang NO.7 tahun 1992. Dalam Undang-Undang NO.10 tahun 1998 dinyatakan dengan jelas mengenai penggolongan kegiatan usaha bank menjadi 2 (dua) jenis yaitu bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melakukan usahanya berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan hukum Islam. Undang -Undang ini, memungkinkan pula Bank Konvensional membuka kantor cabang syariah atau dikenaldengan istilah dual banking system. Perkembangan Bank Syariah tak bisa dilihat sebelah mata,perkembangan yang pesat serta pelajaran yang diberikan pada krisis 1997, telah memunculkan harapan bagi sebagian masyarakat bahwa pengembangan Ekonomi Syariah merupakan satu solusi bagi peningkatan ketahanan ekonomi nasional, disamping juga sebagaikebutuhan umat Islam. Prospek ke depan, menurut penelitian bahwa sampai tahun 2011 Perbankan Syariah akan mengalami pertumbuhan sebesar 15% dari total aset perbankan nasional(4.218 Triliun) dari market share Perbankan Syariah sebesar 0.26 % atau sebesar Rp 204 Triliun. Dan secara prinsip ada 3 hal yang membedakan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah:
1. Bank Syariah dijalankan dengan prinsip nisbah (bagi hasil) untuk menghimpun dana dan pembiayaan.
2. Bank Syariah tidak boleh membiayai proyek yang dilarang oleh Undang-Undang maupun hukum Islam.
3. Tidak boleh melakukan tindakan spekulatif seperti transaksi valuta asing (hedging & future trading).
C. Penerapan Syariat Islam terhadap golongan minoritas atau non muslims
Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. hal ini dinyatakan dalam ideology bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4% kepercayaan lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
1. Hindu
Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2006 adalah 6,5 juta orang), sekitar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan nomor empat terbesar. Namun jumlah ini diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). PHDI memberi suatu perkiraan bahwa ada 18 juta orang penganut Hindu di Indonesia. Sekitar 93 % penganut Hindu berada di Bali. Selain Bali juga terdapat di Sumatera, Jawa, Lombok, dan pulau Kalimantan yang juga memiliki populasi Hindu cukup besar, yaitu di Kalimantan Tengah, sekitar 15,8 % (sebagian besarnya adalah Hindu Kaharingan, agama lokal Kalimantan yang digabungkan ke dalam agama Hindu).
2. Budha
Menurut sensus nasional tahun 1990, lebih dari 1% dari total penduduk Indonesia beragama Buddha, sekitar 1,8 juta orang. Kebanyakan penganut agama Buddha berada di Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatra Utara dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat agama Konghucu dan Taoisme tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka dianggap sebagai penganut agama Buddha.
3. Kristen Katolik
Pada tahun 2006, 3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para penganut Protestan. Mereka kebanyakan tinggal di Papua dan Flores.
4. Islam
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Sedangkan di wilayah timur Indonesia, persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat. Sekitar 98% Muslim di Indonesia adalah penganut aliran Sunni. Sisanya, sekitar dua juta pengikut adalah Syiah (di atas satu persen), berada di Aceh.
5. Kristen Protestan
Di Indonesia, terdapat dua provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua dan Sulawesi Utara, dengan 60% dan 64% dari jumlah penduduk. Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa yang berpusat di sekeliling Manado, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-19. Saat ini, kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Pada tahun 2006, lima persen dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen Protestan.
6. Konghucu
Agama Konghucu berasal dari China daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia (sekarang Jakarta).
Pada saat ini, di Indonesia kemungkinan untuk terjadinya idealisasi terhadap syariah sangat dimungkinkan terjadi. Karena adanya kesenjangan social dalam pemberlakuan sistem hukum nasional. Padahal syariyah itu sendiri, dan bahkan kehidupan keagamaan secara umum sangat tergantung kepada factor-faktor lain. Tetapi ketika orang kehilangan orientasi, mengalami dislokasi, hukum tidak tegak, dan sebagainya, maka terjadi idealisasi terhadap syariat. seolah-olah syariat itu bisa menyelesaikan masalah. Padahal persoalan-persoalan internal di dalam syariat itu sendiri masih banyak, belum terselesaikan. Bagaimana kemudian kalau masalah internal ini belum diselesaikan, sementara itu juga ada keinginan kuat untuk menerapkan, apakah ini tidak menimbulkan masalah-masalah berikutnya.
Permasalahan berikutnya adalah jika terjadi ekses dari penerapan syariat Islam, bahkan terhadap kaum muslim sendiri. Jadi kita harus akui, ada juga kalangan muslim yang belum siap menerima hal itu. Hal ini adalah kenyataan sosiologis. Dan disini, fungsi dan peranan dakwah.
Tapi kalau bicara soal ekses, kita juga pernah dengar laporan, misalnya di wilayah tertentu yang berusaha menerapkan syariat Islam, misalnya perempuan harus mengenakan jilbab, dan itu tidak ada masalah buat kaum muslimah. Namun, eksesnya yang muncul adalah perempuan non muslim juga harus memakai jilbab karena sulit membedakan apakh dia muslim atau bukan. Kemudian dia terpaksa mengenakan jilbab, dan untuk menjelaskan jati dirinya dia memakai salib di dadanya. Nah, ketika dia memakai jilbabdan memakai salib, menimbulkan masalah baru, dia dianggap melecehkan. Jadi ini satu masalah yang tadi telah disinggung.
Syariat selalu diklaim hanya diberlakukan untuk orang Islam, tidak mungkin untuk non muslim. Tapi sebagaimana saya katakana tadi, kalau kita memang ingin menegakkan hal seperti itu, itu harus jelas, harus dirinci. Kalau tidak akan muncul ekses seperti yang telah dicontohkan tadi.
HARDIKNAS BEM FH UNMER with SMEA PGRI 01 pakisaji
pada tanggal 8 mei 2009 kami BEM FH berkunjung serta memperingati hari pendidikan nasional yang sebenarnya jatuh pada tanggal 2 mei kami selenggarakan di SMEA PGRI pakisaji kabupaten malang....
kegiatan yng terlaksana walaupun dengan keadaan cuaca hujan yang deras namun tetap khidmat sampai acara berakhir....
tak lupa pula penampilan dari BBB=Bukan BEM Biasa yang telah memukau serta menghipnotis para pengunjung membuat rasa capek yang kami rasakan hilang dengan seketika.....
bahkan ada sumbangan lagu dangdut dari pihak siswi membuat cair suasana...
tak lupa pula ucapan terimakasih kepada kepala sekolah SMEA PGRI O1, SMP PGRI, ketua osis mbak ririn yang manis, bu kadek selaku dosen fh unmer...dan terimaksih pada para pengurus BEM FH yang telah bekerja keras banting tulang demi terselenggaranya acara tersebut....dan para pihak yang tidak bisa kami sebutkan ....TERIMAKASIH....
ALWAYS THINK SMART, TALK LESS, DO MORE......!!!!!!!!!!!!!!!!
Label:
kabar kegiatan
Rapat kerja pengurus
Pada tanggal 18 s.d. 19 April 2009,diadakan acara Pelantikan, Launching Blog, Up – Grading & Rapat Kerja bertemakan “DENGAN LOYALITAS KITA TINGKATKAN FUNGSI B.E.M YANG CERDAS DAN INOVATIF” yang diadakan di Ruang Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang, dimana acara tersebut diselenggarakan oleh BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MERDEKA MALANG Periode 2009 – 2010.
Pada hari pertama(tanggal 18 April 2009) diadakan Pelantikan, Launching Blog, Up – Grading & Rapat Kerja. Pada Pukul 10.00 wib. Dimana ketua pelaksana,ketua BEM FH UNMER, serta dekan FH UNMER memberikan kata sambutan kepada tamu undangan.
Setelah Kata sambutan yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Hukum selesai, maka acara berikutnya adalah pelantikan anggota BEM FH UNMER Periode 2009-2010 serta pengambilan sumpah yang dilakukan oleh Ketua BEM FH UNMER kepada anggotanya.
Acara ke – 3 adalah promosi & peluncuran bemfhunmer.blogspot.com . dimana wakil ketua BEM FH UNMER mempromosikan bemfhunmer.blogspot.com tersebut kepada tamu – tamu undangan,serta bemfhunmer.blogspot.com tersebut disyahkan oleh Dekan FH UNMER.
Setelah bemfhunmer.blogspot.com diluncurkan maka anggota BEM FH UNMER Periode 2009 – 2010 memberikan persembaha lagu yang berjudul "darah juang" yang dinyanyikan oleh seluruh anggota BEM FH UNMER Periode 2009 – 2010 yang diiringi oleh music akustik. Setelah itu acara selanjutnya adalah pembacaan doa dan penutupan.
Pada pukul 11.30 wib. Diadakan Up – Grading dengan pembicara suharlan asbi. dan dihadiri oleh intern anggota BEM FH UNMER Periode 2009 – 2010, dimana dalam acara tersebut anggota BEM FH UNMER Periode 2009 – 2010 diberikan pembekalan,motifasi dan Tanya jawab dari pembicara, disamping itu dalam acara tersebut diadakan Game, yang dimana dalam game tersebut bermaknakan pentingnya kerja sama dan saling percaya satu sama lain antar anggota BEM.
Setelah Up – Grading selesai maka acara selanjutnya adalah ISHOMA dan dilanjutkan dengan Sidang Pleno I didalam siding Pleno ini membahas tentang Pengesahan agenda acara, siding pleno ini dimulai pada pukul 14.00 s.d. 14.30, setelah siding pleno I selesai maka dilanjutkan pada sidang pleno II dengan agenda siding Pembahaasan dan Pengesahan Tata Tertib siding pleno II ini selesai pada pukul 15.00 wib.
Hari kedua acara dimulai pada pukul 10.00 s.d. yaitu siding pleno III dengan agenda siding Pembahasan dan pengesahan Job Discription pengurus harian BEM FH periode 2009-2010 dan selesai pukul 11.30, pada pukul 11.30 wib. Diadakan siding komisi dan dilanjutkan dengan ISHOMA sampai pukul 13.30 wib. Pada pukul 13.30 sidang dilanjutkan kembali dengan agenda siding Pengesahan jib description & program kerja Dept. BEM FH Periode 2009-2010. Acara selanjutnya adalah Penutupan, dan dilanjutkan dengan pulang.
»» READMORE...
Pada hari pertama(tanggal 18 April 2009) diadakan Pelantikan, Launching Blog, Up – Grading & Rapat Kerja. Pada Pukul 10.00 wib. Dimana ketua pelaksana,ketua BEM FH UNMER, serta dekan FH UNMER memberikan kata sambutan kepada tamu undangan.
Setelah Kata sambutan yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Hukum selesai, maka acara berikutnya adalah pelantikan anggota BEM FH UNMER Periode 2009-2010 serta pengambilan sumpah yang dilakukan oleh Ketua BEM FH UNMER kepada anggotanya.
Acara ke – 3 adalah promosi & peluncuran bemfhunmer.blogspot.com . dimana wakil ketua BEM FH UNMER mempromosikan bemfhunmer.blogspot.com tersebut kepada tamu – tamu undangan,serta bemfhunmer.blogspot.com tersebut disyahkan oleh Dekan FH UNMER.
Setelah bemfhunmer.blogspot.com diluncurkan maka anggota BEM FH UNMER Periode 2009 – 2010 memberikan persembaha lagu yang berjudul "darah juang" yang dinyanyikan oleh seluruh anggota BEM FH UNMER Periode 2009 – 2010 yang diiringi oleh music akustik. Setelah itu acara selanjutnya adalah pembacaan doa dan penutupan.
Pada pukul 11.30 wib. Diadakan Up – Grading dengan pembicara suharlan asbi. dan dihadiri oleh intern anggota BEM FH UNMER Periode 2009 – 2010, dimana dalam acara tersebut anggota BEM FH UNMER Periode 2009 – 2010 diberikan pembekalan,motifasi dan Tanya jawab dari pembicara, disamping itu dalam acara tersebut diadakan Game, yang dimana dalam game tersebut bermaknakan pentingnya kerja sama dan saling percaya satu sama lain antar anggota BEM.
Setelah Up – Grading selesai maka acara selanjutnya adalah ISHOMA dan dilanjutkan dengan Sidang Pleno I didalam siding Pleno ini membahas tentang Pengesahan agenda acara, siding pleno ini dimulai pada pukul 14.00 s.d. 14.30, setelah siding pleno I selesai maka dilanjutkan pada sidang pleno II dengan agenda siding Pembahaasan dan Pengesahan Tata Tertib siding pleno II ini selesai pada pukul 15.00 wib.
Hari kedua acara dimulai pada pukul 10.00 s.d. yaitu siding pleno III dengan agenda siding Pembahasan dan pengesahan Job Discription pengurus harian BEM FH periode 2009-2010 dan selesai pukul 11.30, pada pukul 11.30 wib. Diadakan siding komisi dan dilanjutkan dengan ISHOMA sampai pukul 13.30 wib. Pada pukul 13.30 sidang dilanjutkan kembali dengan agenda siding Pengesahan jib description & program kerja Dept. BEM FH Periode 2009-2010. Acara selanjutnya adalah Penutupan, dan dilanjutkan dengan pulang.
Label:
kabar kegiatan
URGENSI DAN RELEVANSI FILSAFAT HUKUM DALAM PROSES REFORMASI DI INDONESIA
Oleh: Mohammad Yunuz
ABSTRACT
Bangsa Indonesia menghadapi suatu masalah serius yang harus dilalui dalam menjalankan agenda reformasi ini. Sudah terlampau banyak konsep dan gagasan para pakar untuk mengatasinya, tetapi ternyata belum sepenuhnya membawa hasil optimal ke arah penyelesaian yang kongkrit. Karena pada umumnya, mereka melihat berbagai peristiwa dan permasalahan bangsa dari sudut pandangnya sendiri-sendiri, jarang yang berpikir secara sistemik, melalui pendekatan yang lebih menyeluruh dan komprehensif. Hal ini membuktikan bahwa penyelesaian krisis yang menimpa bangsa Indonesia, diperlukan alternatif pendekatan yang lebih relevan yang mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan yang ada. Dengan bertitik tolak dari kerangka pemikiran filsafat hukum yang bercirikan mendasar, rasional, reflektif dan komprehensif, diharapkan dapat membantu semua pihak dapat bersikap lebih arif dan tidak terkotak-kotak keilmuannya yang memungkinkan dapat menemukan akar masalahnya. Tahap selanjutnya diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat dalam mengatasi krisis yang menerpa bangsa Indonesia.
A.Pendahuluan
Sudah hampir satu dasa warsa lamanya proses reformasi dijalankan bangsa Indonesia, sejak orde baru runtuh dari panggung kekuasaan politik pada penghujung Mei 1998. Seperti yang diprediksikan oleh banyak pihak, reformasi ini memerlukan proses yang cukup panjang dan tidak mungkin mengubah segala sesuatunya secara cepat sesuai dengan tuntutan dan keinginan yang diharapkan rakyat. Bahkan untuk mereformasi berbagai tatanan kehidupan bangsa yang sudah lama tertanam lebih dari tiga dasawarsa merupakan pekerjaan yang tidak mudah serta membutuhkan pengorbanan yang amat besar dari rakyat dan bangsa Indonesia. Tidak sekedar berupa harta benda, pikiran maupun tenaga, tetapi nyawa-nyawa anak bangsapun banyak berguguran di bumi pertiwi tercinta ini.
Bangsa Indonesia menghadapi suatu masalah serius yang harus dilalui dalam proses reformasi ini, mulai dari krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, meletusnya berbagai kerusuhan, mencuatnya kembali pertentangan etnis dan agama, munculnya kelompok-kelompok kepentingan yang saling berebut pengaruh dan sebagainya. Langsung maupun tidak langsung tentu amat berpengaruh terhadap stabilitas negara dan ketentraman masyarakat. Masyarakat menjadi resah, trauma dan merasa tidak nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, terutama yang terjadi di kota-kota besar yang potensial memunculkan aksi kerusuhan massa.
Ekses-ekses reformasi yang merugikan tersebut tentunya tidak diharapkan oleh masyarakat dan sedapat mungkin harus dicarikan jalan keluarnya. Sudah banyak lontaran gagasan dikemukakan oleh banyak kalangan, mulai dari para pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, ilmuwan dan lain-lain untuk memberikan jalan keluar (solution) terhadap krisis yang tengah dihadapi masyarakat. Bermacam-macam teori dan retorikapun dikemukakan untuk meyakinkan masyarakat. Akan tetapi pada umumnya, mereka melihat berbagai peristiwa dan permasalahan bangsa dari kacamatanya atau sudut pandangnya sendiri-sendiri, jarang yang berpikir secara sistemik, melalui pendekatan yang lebih menyeluruh dan komprehensif. Tidak mengherankan kalau banyak pakar politik, pakar hukum, pakar ekonomi dan sebagainya berlomba-lomba mengemukan pendapatnya sesuai dengan versinya masing-masing. Bahkan nampaknya ada kecenderungan di lingkungan para pakar terlalu mendewa-dewakan disiplin bidang keilmuannya sendiri dan seolah-olah memandang rendah disiplin bidang lain. Hal ini dapat terlihat, bahwa pakar yang satu kerap kali mengecam pakar yang lain atau menyalahkan suatu kebijakan tanpa memberikan konsep dan solusi yang lebih jelas. Fenomena semacam ini menggambarkan adanya tanda-tanda arogansi keilmuan seseorang yang kalau dibiarkan lama-lama dapat melahirkan atau mengarahkan pada sikap vak idiot .
Banyaknya konsep dan gagasan di atas, ternyata belum sepenuhnya membawa hasil optimal ke arah penyelesaian yang kongkrit. Justru masyarakat awam yang hidup serba miskin fasilitas, menjadi semakin bingung harus mengikuti pendapat yang mana, karena semua pendapat selalu mengaku yang terbaik, meskipun dalam praktik ternyata sulit pula untuk diaplikasikan (non aplicable). Hal ini membuktikan bahwa penyelesaian krisis yang menimpa bangsa Indonesia, diperlukan alternatif pendekatan yang lebih relevan yang mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan yang ada. Betapapun memang harus diakui bahwa untuk memberikan jalan keluar dari krisis ini tidak mudah, karena begitu kompleks permasalahan yang melatarbelakanginya.
Melihat kenyataan tersebut, sudah selayaknya kalangan dunia pendidikan tinggi harus mencoba mencari alternatif yang tepat untuk diterapkan mengatasi krisis yang menimpa bangsa Indonesia ini. Dalam kaitan inilah, para pakar, kaum akademisi maupun para praktisi terutama yang berbasis pendidikan tinggi hukum, sebenarnya dapat ikut berpartisipasi memberikan peran dan sumbangan pemikirannya terhadap situasi dan kondisi krisis yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Dalam hal ini, para sarjana hukum tentunya tidak sekedar melihat persoalan dari pedekatan hukum dalam arti normatif semata, tetapi dapat ditempuh dengan pendekatan yang lebih mendasar, rasional, reflektif dan komprehensif melalui pengkajian dan analisis filsafati, terutama bertitik tolak dari kerangka tinjauan filsafat hukum.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah bagaimanakah peran dan sumbangan yang dapat diberikan filsafat hukum dalam era reformasi. Dalam wujud apakah filsafat hukum memberikan kontribusinya. Kemudian apakah mungkin filsafat hukum dijadikan salah satu terapi untuk membantu memecahkan berbagai krisis yang terjadi dalam masyarakat kita pasca reformasi. Untuk membahas dan mencermati permasalahan tersebut, dalam tulisan ini akan diuraikan tentang tinjauan ontologis, epistemologis dan aksiogis ilmu hukum, ruang lingkup objek pengkajian filsafat hukum, serta urgensi dan relevansinya filsafat hukum dalam membantu menyelesaikan krisis yang multidimensional ini.
B.Tinjauan ontologis, epistemologis dan aksiologis ilmu hukum
Apabila dilihat kecenderungan dalam ilmu hukum, ternyata ada dua kecenderungan yang sedang terjadi, yakni : (1) ilmu hukum terbagi-bagi ke dalam berbagai bidang yang seolah-olah masing-masing berdiri sendiri, (2) ilmu hukum menumpang pada bidang ilmu lain sehingga seolah-olah bukan merupakan suatu ilmu yang berdiri sendiri. Kecenderungan pertama terlihat dengan terbentuknya ilmu hukum ke dalam ilmu yang bersifat normatif, ilmu yang bersifat empiris dan ilmu yang bersifat filosofis. Terkadang para penganut ketiga bidang ilmu hukum itu masing-masing saling menafikan. Kecenderungan kedua tampak dengan semakin kentalnya sikap yang menganologikan ilmu hukum dengan sosiologi hukum dan antropologi hukum.
Kecenderungan ilmu hukum tersebut sudah tentu mengurangi kemampuan ilmu hukum dalam perkembangannya dan dalam menghadapi masalah-masalahnya. Adanya ilmu hukum yang bersifat integratif merupakan suatu kebutuhan. Hal ini karena adanya kelemahan yang dijumpai dalam ilmu hukum yang murni secara teoritis semata-mata (normative) maupun ilmu hukum yang terapan semata-mata (empiris). Integralitas ilmu adalah kebalikan dari spesialisasi dalam ilmu. Spesialisasi ilmu dalam perkembangan ilmu merupakan bukti dari kemajuan karena ilmu menjadi berkembang semakin kaya. Tetapi spesialisasi ilmu dalam ilmu hukum menjadi steril dan dangkal. Mungkin ilmu hukum dapat berkembang tetapi tidak dapat menangkap hakekat yang lebih menyeluruh dari kenyataan yang dihadapi. Seolah-olah seperti orang buta yang menangkap ekor disangka itulah gambaran gajah atau seperti halnya melihat bagian sisi saja dari mata uang dan melupakan sisi lainnya.
Ilmu hukum mempunyai objek kajian hukum. Sebab itu kebenaran hukum yang hendak diungkapkan oleh ilmuwan hukum berdasarkan pada sifat-sifat yang melekat pada hakekat hukum. Untuk membicarakan hakekat hukum secara tuntas, maka perlu diketahui tiga tinjauan yang mendasarinya, yaitu tinjauan ontologis, tinjauan epistemologis dan tinjauan aksiologis.
Tinjauan ontologis membicarakan tentang keberadaan sesuatu (being) atau eksistensi (existence) sebagai objek yang hendak dikaji. Dalam hal ini ada aliran yang mengatakan bahwa segala sesuatu bersifat materi (alls being is material) , sementara pendapat lain menyebutkan bahwa semua yang ada bersifat sebagai roh atau spirit (alls being is spirit) . Pandangan ini menentukan bagaimana atau dengan kacamata apa seseorang (subjek) melihat suatu objek tertentu. Tinjauan epistemologis menyoroti tentang syarat-syarat dan kaidah-kaidah apa yang harus dipenuhi oleh suatu objek tertentu. Hal ini berkaitan dengan cara, metode atau pendekatan apa yang akan digunakan untuk melihat objek itu. Selanjutnya tinjauan aksiologis adalah melihat bagaimana aksi atau pelaksanaan dari sesuatu. Dengan kata lain bagaimana pengaruh dan kemanfaatan (utility) suatu objek bagi kepentingan hidup manusia. Tinjauan aksiologis tak dapat dilepaskan dari persoalan nilai (value) yang dianut dan mendasari suatu objek tertentu.
a. Tinjauan Ontologis
Secara umum ada tiga hal yang dapat dipelajari dari hukum, yaitu : (1) nilai-nilai hukum, seperti keadilan, ketertiban, kepastian hukum dan lain-lain, (2) kaidah-kaidah hukum berupa kaidah yang tertulis maupun tidak tertulis, kaidah yang bersifat abstrak maupun nyata, (3) perilaku hukum atau dapat juga disebut kenyataan hukum atau peristiwa hukum. Secara umum filsafat hukum mengkaji nilai-nilai hukum, sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, dan lain-lain serta mengkaji perilaku hukum. Sedang kaidah hukum dikaji oleh bidang yang disebut normwissenschaf atau ilmu tentang kaidah.
Titik sentral pengkajian dan penelitian ilmu hukum adalah kaidah-kaidah hukum. Ilmu hukum tidak dapat dipisahkan dari kaidah hukum. Tetapi persoalannya adalah dalam posisi dan situasi kaidah hukum yang bagaimana yang menjadi perhatian dari ilmu hukum. Sosiologi hukum dan antropologi hukum mempelajari perilaku hukum sebagai kenyataan hukum. Kedua bidang ilmu hukum ini tidak bisa dilepaskan dari adanya kriteria bahwa perilaku atau kenyataan itu sudah bersifat normatif. Jadi harus ada ukuran bahwa bidang penelitian itu bersifat normatif. Dalam filsafat hukum, nilai-nilai yang dikajipun harus bersifat normatif. Ciri yang umum dari kaidah hukum ialah adanya legitimasi dan sanksi.
Tanpa terbagi-bagi ke dalam bidang-bidang kajian, ilmu hukum dengan sendirinya sudah mengkaji nilai, kaidah dan perilaku. Yang berbeda antara satu kajian dengan kajian lain ialah kadar, intensitas atau derajat di anatara ketiga hal tersebut.
b. Tinjauan Epistemologis
Ilmu hukum sebagai ilmu bertujuan untuk mencari kebenaran atau tepatnya keadilan yang benar. Untuk mencari keadilan yang benar itu maka ditentukanlah cara untuk mencarinya yang disebut metode. Metode ilmu hukum ditentukan oleh aspek ontologis dan aksiologis dari hukum. Konsep mengenai metode dan ilmu bersifat universal. Artinya, untuk bidang apa saja atau untuk jenis ilmu manapun adalah sama, tetapi pengaruh dari obyek suatu ilmu tentu tak dapat dihindarkan. Sebab itu hakekat hukum dan fungsinya dalam praktek tak dapat dihindari berpengaruh dalam menentukan metode yang digunakan dalam ilmu hukum.
Apabila melihat hakekat hukum, ilmu hukum tidak didasarkan pada empirisme atau rasionalisme saja, karena gejala hukum tidak hanya berupa hal yang dapat diserap oleh indra atau pengalaman manusia berupa perilaku hukum saja tetapi juga berisi hal-hal yang tak terserap oleh indra manusia, yakni nilai-nilai hukum. Kebenaran yang dapat dicapai oleh ilmu hukum ialah apabila disadari adanya penampakan dari obyek dan seraya menyadari pula arti dibelakang obyek tersebut.
Secara hakekat, ilmu hukum berusaha untuk menampilkan hukum secara integral. Oleh karenanya metode ilmu hukum harus bersifat integral pula. Dalam ilmu hukum pada waktu sekarang sering dibedakan antara metode normatif, metode sosiologis dan metode filosofis. Metode penemuan hukum (rechtsvinding) bukan metode ilmu hukum karena metode penemuan hukum hanya dapat dipergunakan dalam praktek hukum. Penentuan penggunaan metode sosiologis dan metode filosofis tergantung pada kadar atau intensitas kaidah yang diteliti, sebab tidak semua kaidah memerlukan analisa baik filosofis maupun sosiologis.
Dalam perkembangannya, karena para ilmuwan hukum tidak puas dengan metode yang ada, maka muncullah metode multi disipliner atau disipliner, yang merupakan perwujudan dari logika hipotiko-deduktif-verifikatif. Dalam metode ini suatu masalah berusaha dipecahkan atau didekati dari berbagai disiplin baik yang termasuk deduktif maupun induktif. Istilah hipotiko deduktif menempatkan kaidah hukum sebagai hal yang mentah yang perlu untuk dimasukkan kedalam proses “verifikasi” untuk dibuktikan kebenarannya. Dengan mengadakan verifikasi maka suatu hipotesa atau teori seakan-akan dicocokkan dengan fakta-fakta. Menurut Popper, bukan verifikasi yang menjadi kriterium demarkasi antara yang ilmu dan bukan ilmu tetapi ialah falsifikasi, yakni kemampuan menyangkal kesalahan. Dengan demikian Popper telah mengganti verifikasi yang bersifat induktif dengan falsifikasi yang deduktif.
Secara epistemologis, metode hipotiko-deduktyif-verifikatif dinggap ideal, tetapi dalam praktek penerapannya menjadi pragmatis. Metode tersebut tidak mutlak dipergunakan secara padu. Yang menjadi ukuran dalam penggunaan metode ialah situasi, kepentingan, kebutuhan dan biaya.
Ilmu hukum akan mempunyai kewibawaan dan kekuatannya apabila bersifat integral dalam aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis. Sebab itu yang diperlukan dalam ilmu hukum ialah sintesis dari metode-metode, sehingga ilmu hukum memiliki suatu metode yang mempunyai ciri khas. Ilmu hukum adalah suatu sistem. Sebagai suatu sistem, ilmu hukum harus merupakan suatu kebulatan dari seluruh komponen atau subsistem yang satu sama lainnya saling berhubungan.
c. Tinjauan Aksiologis
Ilmu hukum bersifat dinamis. Ilmu hukum mempunyai peran dan fungsi yang khas dibanding dengan bidang-bidang hukum yang lain. Secara aksiologis, peran dan fungsi dari ilmu hukum antara lain seperti diuraikan dibawah ini.
Pertama, ilmu hukum berpengaruh dalam pembentukan hukum melalui penyusunan perundang-undangan. Hasil-hasil penelitian ilmu hukum menjadi masukan untuk menyusun rancangan peundang-undangan.
Kedua, ilmu hukum berpengaruh dalam praktek hukum atau pelaksanaan hukum. dalam rangka peradilan, seorang hakim atau lebih sering memutuskan perkara dengan mengambil pendapat ahli hukum yang berwibawa sebagai salah satu dasar pertimbangannya. Begitupun juga jaksa dan pengacara sering mengambil pendapat ahli hukum sebagai penguat argumentasinya dalam mengajukan tuntutan dan pembelaannya.
Ketiga, ilmu hukum berpengaruh dalam pendidikan hukum. Pendidikan hukum yang formal yakni di bangku sekolah dan yang informal di tengah masyarakat lewat media massa dan penyuluhan-penyuluhan sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum. Seorang mahasiswa di didik oleh seorang pengajar yang mempunyai status sebagai ahli hukum. Seorang ahli hukum mempunyai wawasan yang khas dan pernah sekurang-kurangnya meneliti hukum. Kualitas pengajar akan menentukan kualitas dari mereka yang diajar.
Keempat, ilmu hukum akan berpengaruh atas perkembangan dari bidang-bidang yang lainnya. Dalam suatu sistem hukum yang berusaha untuk mengatur segala hal atau segala bidang, maka sistem seperti itu bersifat progressif dan interventif. Sebab itulah bidang-bidang yang diatur itu memerlukan suatu kejelasan atas pengaturan tersebut.
Kelima, ilmu hukum berusaha untuk mengadakan sistematisasi. Bahan-bahan yang tercerai berai disatukan dalam suatu susunan yang bersifat komprehensif. Hasil sistematisasi menyajikan informasi yang memudahkan. Ilmu hukum juga menyajikan pertimbangan-pertimbangan. Adanya sejumlah data dan sejumlah peraturan tidak cukup bermakna. Semua itu harus dianalisa. Analisa atas suatu peraturan akan memudahkan pemahaman atas peraturan itu.
Dan selanjutnya, ilmu hukum mempunyai fungsi sebagai pencerah terhadap kebekuan yang melanda dunia hukum. Hukum adakalanya diabaikan bukan semata-mata demi hukum tetapi untuk sesuatu yang lebih mulia yakni terwujudnya keadilan yang diridhloi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Sebab itu dalam situasi hukum yang legalistis dan beku, maka ilmu hukum berfungsi memberikan pencerahan dengan mengajukan pemikiran-pemikiran dan kemungkinan-kemungkinan baru.
C. Objek pengkajian filsafat hukum
Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum merupakan bagian khusus dari filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat hukum hanya mempelajari hukum secara khusus. Sehingga, hal-hal non hukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat hukum. Penarikan kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai suatu filsafat yang khusus mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan akademik dan intelektual saja dalam usaha studi dan bukan menunjukkan hakekat dari filsafat hukum itu sendiri.
Sebagai filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan dari filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat hukum akan mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian secara timbal balik antara filsafat hukum dan filsafat saling berhubungan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan obyek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.
Pertanyaan tentang apa apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan pertanyaan filsafat hukum juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi jawaban yang diberikan ternyata serba tidak memuaskan. Menurut Apeldorn , hal tersebut tidak lain karena ilmu hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak. Ilmu hukum hanya melihat gejala-gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindra manusia mengenai perbuatan-perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Sementara itu pertimbangan nilai di balik gejala-gejala hukum, luput dari pengamatan ilmu hukum. Norma atau kaidah hukum, tidak termasuk dunia kenyataan (sein), tetapi berada pada dunia nilai (sollen), sehingga norma hukum bukan dunia penyelelidikan ilmu hukum.
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldorn, sebagaimana dikutip dari Immanuel Kant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi hukum. Definisi (batasan) tentang hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut mana mereka melihatnya.
Ahli hukum Belanda J. van Kan , mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam mayarakat. Pendapat tersebut mirip dengan definisi dari Rudolf von Ihering, yang menyatakan bahwa hukum bahwa hukum adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana orang harus berperilaku. Pendapat ini di dukung oleh ahli hukum Indonesia, Wiryono Prodjodikoro , yang menyatakan hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah lau orang-orangsebgai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat itu. Selanjutnya Notohamidjoyo berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulisyang biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antar negara, yang berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan kedamaian dalam masyarakat.
Definisi-definisi tersebut menunjukkan betapa luas sesungguhnya hukum itu. Keluasan bidang hukum itu dilukiskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dengan menyebutkan sembilan arti hukum. Menurut mereka, hukum dapat diartikan sebagai : (1) ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran; (2) disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi ; (3) norma, yakni pedoman atau patokan siakap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan; (4) tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis; (5) petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer) ; (6) keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi ; (7) proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan; (8) sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk untuk mencapai kedamaian; (9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Dengan demikian, apabila kita ingin mendefinisikan hukum secara memuaskan, kita harus dapat merumuskannya dalam suatu kalimat yang cukup panjang yang meliputi paling tidak sembilan arti hukum di atas.
Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka masalah atau pertanyaan yang dibahas oleh filsafat hukum itupun antara lain berkaitan dengan hukum itu sendiri, seperti hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum kodrat dengan hukum positif, apa sebab orang menaati hukum, apa tujuan hukum, sampai pada masalah-masalah kontemporer seperti masalah hak asasi manusia, keadilan dan etika profesi hukum.
Selanjutnya Apeldorn , menyebutkan tiga pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat hukum, yaitu : (1) adakah pengertian hukum yang berlaku umum ; (2) apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum ; dan (3) adakah sesuatau hukum kodrat. Lili Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang menjadi masalah filsafat hukum, antara lain : (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ; (2) hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya ; (3) apa sebabnya negara berhak menghukum seseorang ; (4) apa sebab orang menaati hukum ; (5) masalah pertanggungjawaban ; (6) masalah hak milik ; (7) masalah kontrak ; (8) dan masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Apabila kita perbandingkan antara apa yang dikemukakan oleh Apeldorn dan Lili Rasyidi tersebut, tampak bahwa masalah-masalah yang dianggap penting dalam pembahasan filsafat hukum terus bertambah dan berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Demikian pula karena semakin banyaknya para ahli hukum yang menekuni dunian filsafat hukum.
D. Urgensi dan relevansi filsafat hukum
Kita tidak dapat memungkiri, bahwa perkembangan ilmu dan teknologi begitu pesatnya. Dengan ilmu yang dimiliki manusia, sudah banyak masalah yang berhasil dipecahkan. Rahasia alam semesta, misalnya, telah banyak diungkapkan melalui kemajuan ilmu tersebut, yang pada gilirannya menghasilkan teknologi-teknologi spektakuler, seperti bioteknologi, teknologi di bidang komputer, komunikasi maupun ruang angkasa. Akan tetapi sebanyak dan semaju apapun ilmu yang dimiliki manusia, tetap saja ada pertanyaan-pertanyaan yang belum berhasil dijawab. Maka ketika ilmu tidak lagi mampu menjawab, pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi porsi pekerjaan filsafat.
Berfilsafat adalah berfikir. Hal ini tidak berarti setiap berfikir adalah berfilsafat, karena berfilsafat itu berfikir dengan ciri-ciri tertentu. Ada beberapa ciri berpikir secara kefilsafatan, yaitu :
1. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal. Radikal berasal dari kata Yunani, radix yang berarti “akar”. Berfikir secara radikal adalah berfikir sampai ke akar-akarnya. Berfikir sampai ke hakikat, essensi, atau samapai ke substansi yang dipikirkan. manusia yang berfilsafat tidak puas hanya memperoleh pengetahuan lewat indera yang selalu berubah dan tidak tetap. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan inderawi.
2. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara universal (umum). Berfikir secara universal adalah berfikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum dari ummat manusia (common experience of mankind). Dengan jalan penjajakan yang radikal, filsafat berusaha untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang universal. Bagaimana cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai sasaran pemikirannya dapat berbeda-beda. Akan tetapi yang dituju adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal khusus yang ada dalam kenyataan.
3. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual. Yang dimaksud dengan konsep di sini adala hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal sertya proses-proses individual. Berfilsafat tidak berfikir tentang manusia tertentu atau manusia khusus, tetap[i berfikir tentang manusia secara umum. Dengan ciri yang konseptual ini, berfikir secara kefilsafatan melampoi batas pengalaman hidup sehari-hari.
4. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir (logis). Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi. Baik koheren maupun konsisten, keduanya dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu runtut. Adapun yang dimaksud runtut adalah bagan konseptual yang disusun tidak terdiri atas pendapat-pendapat yang saling berkontradiksi di dalamnya.
5. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem yang artinya kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu. Dalam mengemukakan jawaban terhadap sesuatu masalah, digunakan pendapat atau argumen yang merupakan uraian kefilsafatan yang saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensif. Komprehensif adalah mencakup secara menyeluruh. Berfikir secara kefilsafatan berusaha untuk menjelaskan fenomena yang ada di alam semesta secara keseluruhan sebagai suatu sistem.
7. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas. Sampai batas-batas yang luas, setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, atau religius. Sikap-sikap bebas demikian ini banyak dilukiskan oleh filsuf-filsuf dari segala zaman. Socrates memilih minum racun dan menatap maut daripada harus mengorbankan kebebasannya untuk berpikir menurut keyakinannya. Spinoza karena khawatir kehilangan kebebasannya untuk berfikir, menolak pengangkatannya sebagai guru besar filsafat pada Universitas Heidelberg.
8. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan dengan pemikiran yang bertanggungjawab. Pertangungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya. Di sini tampak hubungan antara kebebasan berfikir dalam filsafat dengan etika yang melandasinya.
Sebagaimana berfikir secara kefilsafatan, maka pemikiran filsafat hukum juga memiliki beberapa sifat atau karakteritik khusus yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain. Pertama, filsafat hukum memiliki karakteristik yang bersifat menyeluruh dan universal. Dengan cara berfikir holistik tersebut, maka siapa saja yang mempelajari filsafat hukum diajak untuk berwawasan luas dan terbuka. Mereka diajak untuk menghargai pemikiran, pendapat dan pendirian orang lain. Itulah sebabnya dalam filsafat hukumpun dikenal pula berbagai aliran pemikiran tentang hukum, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian diharapkan para cendekiawan hukum, tidak bersikap arogan dan apriori, bahwa disiplin ilmu yang dimilikinya lebih tinggi dengan disiplin ilmu yang lainnya.
Kemudian filsafat hukum dengan sifat universalitasnya, memandang kehidupan secara menyeluruh, tidak memandang hanya bagian-bagian dari gejala kehidupan saja atau secara partikular. Dengan demikian filsafat hukum dapat menukik pada persoalan lain yang relevan atau menerawang pada keseluruhan dalam perjalanan reflektifnya, tidak sekedar hanya memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Dalam filsafat hukum, pertimbangan-pertimbangan di luar obyek adalah salah satu ciri khasnya. Filsafat hukum tidak bersifat bebas nilai. Justru filsafat hukum menimba nilai yang berasal dari hidup dan pemikiran.
Ciri yang kedua, filsafat hukum juga memiliki sifat yang mendasar atau memusatkan diri pada pertanyaan-pertanyaan mendasar (basic or fundamental questions). Artinya dalam menganalisis suatu masalah, seseorang diajak untuk berpikir kritis dan radikal. Dengan mempelajari dan memahami filsafat hukum berarti diajak untuk memahami hukum tidak dalam arti hukum positif belaka. Orang yang mempelajari hukum dalam arti positif belaka, tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik. Apabila orang itu menjadi hakim misalnya, dikhawatirkan ia akan menjadi hakim yang bertindak selaku “corong undang-undang” semata.
Ciri berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sifat filsafat yang spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara negatif sebagai sifat gambling. Sebagai dinyatakan oleh Suriasumantri , bahwa semua ilmu yang berkembang saat ini bermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka yang mempelajari filsafat hukum untuk berpikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang baru. Memang, salah satu ciri orang yang berpikir radikal adalah senang kepada hal-hal yang baru. Tentu saja tindakan spekulatif yang dimaksud di sini adalah tindakan yang terarah, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan berpikir spekulatif dalam arti positif itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama. Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum. Pertanyaan-pertanyaan itu menimbulkan rasa sangsi dan rasa terpesona atas suatu kebenaran yang dikandung dalam suatu persoalan. Apabila jawaban-jawabannya diperoleh maka jawaban-jawaban itu disusun dalam suatu sistem pemikiran yang universal dan radikal.
Kemudian ciri yang lain lagi adalah sifat filsafat yang reflektif kritis. Melalui sifat ini, filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah hukum secara rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban itu secara terus menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada dibalik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah kongkret. Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespodensi dan fungsinya. Filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai hukum.
Filsafat itu juga bersifat introspektif atau mempergunakan daya upaya introspektif. Artinya, filsafat tidak hanya menjangkau kedalaman dan keluasan dari permasalahan yang dihadapi tetapi juga mempertanyakan peranan dari dirinya dan dari permasalahan tersebut. Filsafat mempertanyakan tentang struktur yang ada dalam dirinya dan permasalahan yang dihadapinya. Sifat introspektif dari filsafat sesuai dengan sifat manusia yang memiliki hakekat dapat mengambil jarak (distansi) tidak hanya pada hal-hal yang berada di luarnya tetapi juga pada dirinya sendiri.
Sebagai bahan perbandingan, Radhakrisnan dalam bukunya The History of Philosophy, mengemukakan pula tentang arti penting mempelajari filsafat, termasuk dalam hal ini mempelajari filsafat hukum, bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbing kita untuk maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menopang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang tergolong ke dalam berbagai bangsa, ras dan agama itu mengabdi kepada cita-cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya.
Adanya karakteristik khusus dari pemikiran filsafat hukum di atas sekaligus juga menunjukkan arti pentingnya. Dengan mengetahui dan memahami filsafat hukum dengan berbagai sifat dan karakternya tersebut, maka sebenarnya filsafat hukum dapat dijadikan salah satu alternatif untuk ikut membantu memberikan jalan keluar atau pemecahan terhadap berbagai krisis permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia dalam proses reformasi ini. Tentu saja kontribusi yang dapat diberikan oleh filsafat hukum dalam bentuk konsepsi dan persepsi terhadap pendekatan yang hendak dipakai dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi. Pendekatan mana didasarkan pada sifat-sifat dan karakter yang melekat pada filsafat hukum itu sendiri.
Dengan pendekatan dan analisis filsafat hukum, maka para para pejabat, tokoh masyarakat, pemuka agama dan kalangan cendekiawan atau siapapun juga dapat bersikap lebih arif dan bijaksana serta mempunyai ruang lingkup pandangan yang lebih luas dan tidak terkotak-kotak yang memungkinkan dapat menemukan akar masalahnya. Tahap selanjutnya diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat. Karena penyelesaian krisis yang terjadi di negara kita itu tidak mungkin dapat dilakukan sepotong-potong atau hanya melalui satu bidang tertentu saja, tapi harus meninjau melalui beberapa pendekatan lain sekaligus (interdisipliner.atau multidisipliner).
Tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirinya paling benar atau paling jago dengan pendapatnya sendiri dan menafikan pendapat yang lain. Atau dengan kata lain hanya ingin menangnya sendiri tanpa mau menghargai pendapat orang lain. Karena masing-masing bidang atau cara pandang tertentu, mempunyai kelebihan dan keterbatasannya masing-masing. Justru pandangan-pandangan yang berbeda kalau dapat dikelola dengan baik, dapat dijadikan alternatif penyelesaian masalah yang saling menopang satu sama lain.
Apalagi krisis permasalahan yang melanda bangsa Indonesia sesungguhnya amat kompleks dan multidimensional sifatnya, mulai krisis ekonomi, politik, hukum, pemerintahan serta krisis moral dan budaya, yang satu sama lain berkaitan sehingga diperlukan cara penyelesaian yang terpadu dan menyeluruh yang melibatkan berbagai komponen bangsa yang ada. Dalam konteks ini diperlukan adanya kerjasama dan sinergi yang erat dari berbagai komponen tersebut. Maka pejabat pemerintah harus mendengar aspirasi dari rakyat, para pakar mau mendengar pendapat pakar lainnya, tokoh masyarakat harus saling menghormati terhadap dengan tokoh masyarakat yang lain. Semua bekerja bahu membahu dan menghindarkan diri dari rasa curiga, kebencian dan permusuhan. Dengan pendekatan dan kerangka berfikir filsafati seperti di atas, diharapkan dapat membantu ke arah penyelesaian krisis yang sedang menerpa bangsa Indonesia saat ini.
E. Kesimpulans
Penyelesaian krisis yang menimpa bangsa Indonesia tidak mungkin dapat dilaksanakan melalui pendekatan sepihak yang bertumpu pada satu persepsi atau bidang ilmu tertentu saja. Karena kalau itu yang terjadi, maka masing-masing pihak akan merasa bahwa pendapatnya yang paling benar dan cenderung meremehkan pendapat dari pihak lain. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan yang lebih komprehensif dan integral, yaitu dengan pendekatan dan analisis filsafati. Karena pada dasarnya, semua bidang ilmu mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing, sehingga sudah seharusnya saling melengkapi satu sama lain. Filsafat dapat digunakan untuk menjembatani permasalahan ini.
Dan bagi kalangan cendekiawan, akademisi maupun praktisi yang menekuni dunia hukum, dapat memberikan konsepsi dan sumbangannya melalui berbagai cara, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam filsafat hukum yang bercirikan antara lain kritis, radikal, reflektif, introspektif dan universal. Adanya karakteristik dan nilai-nilai seperti itulah, sekaligus yang menunjukkan urgensi dan relevansinya, ketika pendekatan filsafat hukum menjadi pilihan.
»» READMORE...
ABSTRACT
Bangsa Indonesia menghadapi suatu masalah serius yang harus dilalui dalam menjalankan agenda reformasi ini. Sudah terlampau banyak konsep dan gagasan para pakar untuk mengatasinya, tetapi ternyata belum sepenuhnya membawa hasil optimal ke arah penyelesaian yang kongkrit. Karena pada umumnya, mereka melihat berbagai peristiwa dan permasalahan bangsa dari sudut pandangnya sendiri-sendiri, jarang yang berpikir secara sistemik, melalui pendekatan yang lebih menyeluruh dan komprehensif. Hal ini membuktikan bahwa penyelesaian krisis yang menimpa bangsa Indonesia, diperlukan alternatif pendekatan yang lebih relevan yang mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan yang ada. Dengan bertitik tolak dari kerangka pemikiran filsafat hukum yang bercirikan mendasar, rasional, reflektif dan komprehensif, diharapkan dapat membantu semua pihak dapat bersikap lebih arif dan tidak terkotak-kotak keilmuannya yang memungkinkan dapat menemukan akar masalahnya. Tahap selanjutnya diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat dalam mengatasi krisis yang menerpa bangsa Indonesia.
A.Pendahuluan
Sudah hampir satu dasa warsa lamanya proses reformasi dijalankan bangsa Indonesia, sejak orde baru runtuh dari panggung kekuasaan politik pada penghujung Mei 1998. Seperti yang diprediksikan oleh banyak pihak, reformasi ini memerlukan proses yang cukup panjang dan tidak mungkin mengubah segala sesuatunya secara cepat sesuai dengan tuntutan dan keinginan yang diharapkan rakyat. Bahkan untuk mereformasi berbagai tatanan kehidupan bangsa yang sudah lama tertanam lebih dari tiga dasawarsa merupakan pekerjaan yang tidak mudah serta membutuhkan pengorbanan yang amat besar dari rakyat dan bangsa Indonesia. Tidak sekedar berupa harta benda, pikiran maupun tenaga, tetapi nyawa-nyawa anak bangsapun banyak berguguran di bumi pertiwi tercinta ini.
Bangsa Indonesia menghadapi suatu masalah serius yang harus dilalui dalam proses reformasi ini, mulai dari krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, meletusnya berbagai kerusuhan, mencuatnya kembali pertentangan etnis dan agama, munculnya kelompok-kelompok kepentingan yang saling berebut pengaruh dan sebagainya. Langsung maupun tidak langsung tentu amat berpengaruh terhadap stabilitas negara dan ketentraman masyarakat. Masyarakat menjadi resah, trauma dan merasa tidak nyaman dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, terutama yang terjadi di kota-kota besar yang potensial memunculkan aksi kerusuhan massa.
Ekses-ekses reformasi yang merugikan tersebut tentunya tidak diharapkan oleh masyarakat dan sedapat mungkin harus dicarikan jalan keluarnya. Sudah banyak lontaran gagasan dikemukakan oleh banyak kalangan, mulai dari para pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, ilmuwan dan lain-lain untuk memberikan jalan keluar (solution) terhadap krisis yang tengah dihadapi masyarakat. Bermacam-macam teori dan retorikapun dikemukakan untuk meyakinkan masyarakat. Akan tetapi pada umumnya, mereka melihat berbagai peristiwa dan permasalahan bangsa dari kacamatanya atau sudut pandangnya sendiri-sendiri, jarang yang berpikir secara sistemik, melalui pendekatan yang lebih menyeluruh dan komprehensif. Tidak mengherankan kalau banyak pakar politik, pakar hukum, pakar ekonomi dan sebagainya berlomba-lomba mengemukan pendapatnya sesuai dengan versinya masing-masing. Bahkan nampaknya ada kecenderungan di lingkungan para pakar terlalu mendewa-dewakan disiplin bidang keilmuannya sendiri dan seolah-olah memandang rendah disiplin bidang lain. Hal ini dapat terlihat, bahwa pakar yang satu kerap kali mengecam pakar yang lain atau menyalahkan suatu kebijakan tanpa memberikan konsep dan solusi yang lebih jelas. Fenomena semacam ini menggambarkan adanya tanda-tanda arogansi keilmuan seseorang yang kalau dibiarkan lama-lama dapat melahirkan atau mengarahkan pada sikap vak idiot .
Banyaknya konsep dan gagasan di atas, ternyata belum sepenuhnya membawa hasil optimal ke arah penyelesaian yang kongkrit. Justru masyarakat awam yang hidup serba miskin fasilitas, menjadi semakin bingung harus mengikuti pendapat yang mana, karena semua pendapat selalu mengaku yang terbaik, meskipun dalam praktik ternyata sulit pula untuk diaplikasikan (non aplicable). Hal ini membuktikan bahwa penyelesaian krisis yang menimpa bangsa Indonesia, diperlukan alternatif pendekatan yang lebih relevan yang mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan yang ada. Betapapun memang harus diakui bahwa untuk memberikan jalan keluar dari krisis ini tidak mudah, karena begitu kompleks permasalahan yang melatarbelakanginya.
Melihat kenyataan tersebut, sudah selayaknya kalangan dunia pendidikan tinggi harus mencoba mencari alternatif yang tepat untuk diterapkan mengatasi krisis yang menimpa bangsa Indonesia ini. Dalam kaitan inilah, para pakar, kaum akademisi maupun para praktisi terutama yang berbasis pendidikan tinggi hukum, sebenarnya dapat ikut berpartisipasi memberikan peran dan sumbangan pemikirannya terhadap situasi dan kondisi krisis yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Dalam hal ini, para sarjana hukum tentunya tidak sekedar melihat persoalan dari pedekatan hukum dalam arti normatif semata, tetapi dapat ditempuh dengan pendekatan yang lebih mendasar, rasional, reflektif dan komprehensif melalui pengkajian dan analisis filsafati, terutama bertitik tolak dari kerangka tinjauan filsafat hukum.
Permasalahan yang kemudian muncul adalah bagaimanakah peran dan sumbangan yang dapat diberikan filsafat hukum dalam era reformasi. Dalam wujud apakah filsafat hukum memberikan kontribusinya. Kemudian apakah mungkin filsafat hukum dijadikan salah satu terapi untuk membantu memecahkan berbagai krisis yang terjadi dalam masyarakat kita pasca reformasi. Untuk membahas dan mencermati permasalahan tersebut, dalam tulisan ini akan diuraikan tentang tinjauan ontologis, epistemologis dan aksiogis ilmu hukum, ruang lingkup objek pengkajian filsafat hukum, serta urgensi dan relevansinya filsafat hukum dalam membantu menyelesaikan krisis yang multidimensional ini.
B.Tinjauan ontologis, epistemologis dan aksiologis ilmu hukum
Apabila dilihat kecenderungan dalam ilmu hukum, ternyata ada dua kecenderungan yang sedang terjadi, yakni : (1) ilmu hukum terbagi-bagi ke dalam berbagai bidang yang seolah-olah masing-masing berdiri sendiri, (2) ilmu hukum menumpang pada bidang ilmu lain sehingga seolah-olah bukan merupakan suatu ilmu yang berdiri sendiri. Kecenderungan pertama terlihat dengan terbentuknya ilmu hukum ke dalam ilmu yang bersifat normatif, ilmu yang bersifat empiris dan ilmu yang bersifat filosofis. Terkadang para penganut ketiga bidang ilmu hukum itu masing-masing saling menafikan. Kecenderungan kedua tampak dengan semakin kentalnya sikap yang menganologikan ilmu hukum dengan sosiologi hukum dan antropologi hukum.
Kecenderungan ilmu hukum tersebut sudah tentu mengurangi kemampuan ilmu hukum dalam perkembangannya dan dalam menghadapi masalah-masalahnya. Adanya ilmu hukum yang bersifat integratif merupakan suatu kebutuhan. Hal ini karena adanya kelemahan yang dijumpai dalam ilmu hukum yang murni secara teoritis semata-mata (normative) maupun ilmu hukum yang terapan semata-mata (empiris). Integralitas ilmu adalah kebalikan dari spesialisasi dalam ilmu. Spesialisasi ilmu dalam perkembangan ilmu merupakan bukti dari kemajuan karena ilmu menjadi berkembang semakin kaya. Tetapi spesialisasi ilmu dalam ilmu hukum menjadi steril dan dangkal. Mungkin ilmu hukum dapat berkembang tetapi tidak dapat menangkap hakekat yang lebih menyeluruh dari kenyataan yang dihadapi. Seolah-olah seperti orang buta yang menangkap ekor disangka itulah gambaran gajah atau seperti halnya melihat bagian sisi saja dari mata uang dan melupakan sisi lainnya.
Ilmu hukum mempunyai objek kajian hukum. Sebab itu kebenaran hukum yang hendak diungkapkan oleh ilmuwan hukum berdasarkan pada sifat-sifat yang melekat pada hakekat hukum. Untuk membicarakan hakekat hukum secara tuntas, maka perlu diketahui tiga tinjauan yang mendasarinya, yaitu tinjauan ontologis, tinjauan epistemologis dan tinjauan aksiologis.
Tinjauan ontologis membicarakan tentang keberadaan sesuatu (being) atau eksistensi (existence) sebagai objek yang hendak dikaji. Dalam hal ini ada aliran yang mengatakan bahwa segala sesuatu bersifat materi (alls being is material) , sementara pendapat lain menyebutkan bahwa semua yang ada bersifat sebagai roh atau spirit (alls being is spirit) . Pandangan ini menentukan bagaimana atau dengan kacamata apa seseorang (subjek) melihat suatu objek tertentu. Tinjauan epistemologis menyoroti tentang syarat-syarat dan kaidah-kaidah apa yang harus dipenuhi oleh suatu objek tertentu. Hal ini berkaitan dengan cara, metode atau pendekatan apa yang akan digunakan untuk melihat objek itu. Selanjutnya tinjauan aksiologis adalah melihat bagaimana aksi atau pelaksanaan dari sesuatu. Dengan kata lain bagaimana pengaruh dan kemanfaatan (utility) suatu objek bagi kepentingan hidup manusia. Tinjauan aksiologis tak dapat dilepaskan dari persoalan nilai (value) yang dianut dan mendasari suatu objek tertentu.
a. Tinjauan Ontologis
Secara umum ada tiga hal yang dapat dipelajari dari hukum, yaitu : (1) nilai-nilai hukum, seperti keadilan, ketertiban, kepastian hukum dan lain-lain, (2) kaidah-kaidah hukum berupa kaidah yang tertulis maupun tidak tertulis, kaidah yang bersifat abstrak maupun nyata, (3) perilaku hukum atau dapat juga disebut kenyataan hukum atau peristiwa hukum. Secara umum filsafat hukum mengkaji nilai-nilai hukum, sosiologi hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, dan lain-lain serta mengkaji perilaku hukum. Sedang kaidah hukum dikaji oleh bidang yang disebut normwissenschaf atau ilmu tentang kaidah.
Titik sentral pengkajian dan penelitian ilmu hukum adalah kaidah-kaidah hukum. Ilmu hukum tidak dapat dipisahkan dari kaidah hukum. Tetapi persoalannya adalah dalam posisi dan situasi kaidah hukum yang bagaimana yang menjadi perhatian dari ilmu hukum. Sosiologi hukum dan antropologi hukum mempelajari perilaku hukum sebagai kenyataan hukum. Kedua bidang ilmu hukum ini tidak bisa dilepaskan dari adanya kriteria bahwa perilaku atau kenyataan itu sudah bersifat normatif. Jadi harus ada ukuran bahwa bidang penelitian itu bersifat normatif. Dalam filsafat hukum, nilai-nilai yang dikajipun harus bersifat normatif. Ciri yang umum dari kaidah hukum ialah adanya legitimasi dan sanksi.
Tanpa terbagi-bagi ke dalam bidang-bidang kajian, ilmu hukum dengan sendirinya sudah mengkaji nilai, kaidah dan perilaku. Yang berbeda antara satu kajian dengan kajian lain ialah kadar, intensitas atau derajat di anatara ketiga hal tersebut.
b. Tinjauan Epistemologis
Ilmu hukum sebagai ilmu bertujuan untuk mencari kebenaran atau tepatnya keadilan yang benar. Untuk mencari keadilan yang benar itu maka ditentukanlah cara untuk mencarinya yang disebut metode. Metode ilmu hukum ditentukan oleh aspek ontologis dan aksiologis dari hukum. Konsep mengenai metode dan ilmu bersifat universal. Artinya, untuk bidang apa saja atau untuk jenis ilmu manapun adalah sama, tetapi pengaruh dari obyek suatu ilmu tentu tak dapat dihindarkan. Sebab itu hakekat hukum dan fungsinya dalam praktek tak dapat dihindari berpengaruh dalam menentukan metode yang digunakan dalam ilmu hukum.
Apabila melihat hakekat hukum, ilmu hukum tidak didasarkan pada empirisme atau rasionalisme saja, karena gejala hukum tidak hanya berupa hal yang dapat diserap oleh indra atau pengalaman manusia berupa perilaku hukum saja tetapi juga berisi hal-hal yang tak terserap oleh indra manusia, yakni nilai-nilai hukum. Kebenaran yang dapat dicapai oleh ilmu hukum ialah apabila disadari adanya penampakan dari obyek dan seraya menyadari pula arti dibelakang obyek tersebut.
Secara hakekat, ilmu hukum berusaha untuk menampilkan hukum secara integral. Oleh karenanya metode ilmu hukum harus bersifat integral pula. Dalam ilmu hukum pada waktu sekarang sering dibedakan antara metode normatif, metode sosiologis dan metode filosofis. Metode penemuan hukum (rechtsvinding) bukan metode ilmu hukum karena metode penemuan hukum hanya dapat dipergunakan dalam praktek hukum. Penentuan penggunaan metode sosiologis dan metode filosofis tergantung pada kadar atau intensitas kaidah yang diteliti, sebab tidak semua kaidah memerlukan analisa baik filosofis maupun sosiologis.
Dalam perkembangannya, karena para ilmuwan hukum tidak puas dengan metode yang ada, maka muncullah metode multi disipliner atau disipliner, yang merupakan perwujudan dari logika hipotiko-deduktif-verifikatif. Dalam metode ini suatu masalah berusaha dipecahkan atau didekati dari berbagai disiplin baik yang termasuk deduktif maupun induktif. Istilah hipotiko deduktif menempatkan kaidah hukum sebagai hal yang mentah yang perlu untuk dimasukkan kedalam proses “verifikasi” untuk dibuktikan kebenarannya. Dengan mengadakan verifikasi maka suatu hipotesa atau teori seakan-akan dicocokkan dengan fakta-fakta. Menurut Popper, bukan verifikasi yang menjadi kriterium demarkasi antara yang ilmu dan bukan ilmu tetapi ialah falsifikasi, yakni kemampuan menyangkal kesalahan. Dengan demikian Popper telah mengganti verifikasi yang bersifat induktif dengan falsifikasi yang deduktif.
Secara epistemologis, metode hipotiko-deduktyif-verifikatif dinggap ideal, tetapi dalam praktek penerapannya menjadi pragmatis. Metode tersebut tidak mutlak dipergunakan secara padu. Yang menjadi ukuran dalam penggunaan metode ialah situasi, kepentingan, kebutuhan dan biaya.
Ilmu hukum akan mempunyai kewibawaan dan kekuatannya apabila bersifat integral dalam aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis. Sebab itu yang diperlukan dalam ilmu hukum ialah sintesis dari metode-metode, sehingga ilmu hukum memiliki suatu metode yang mempunyai ciri khas. Ilmu hukum adalah suatu sistem. Sebagai suatu sistem, ilmu hukum harus merupakan suatu kebulatan dari seluruh komponen atau subsistem yang satu sama lainnya saling berhubungan.
c. Tinjauan Aksiologis
Ilmu hukum bersifat dinamis. Ilmu hukum mempunyai peran dan fungsi yang khas dibanding dengan bidang-bidang hukum yang lain. Secara aksiologis, peran dan fungsi dari ilmu hukum antara lain seperti diuraikan dibawah ini.
Pertama, ilmu hukum berpengaruh dalam pembentukan hukum melalui penyusunan perundang-undangan. Hasil-hasil penelitian ilmu hukum menjadi masukan untuk menyusun rancangan peundang-undangan.
Kedua, ilmu hukum berpengaruh dalam praktek hukum atau pelaksanaan hukum. dalam rangka peradilan, seorang hakim atau lebih sering memutuskan perkara dengan mengambil pendapat ahli hukum yang berwibawa sebagai salah satu dasar pertimbangannya. Begitupun juga jaksa dan pengacara sering mengambil pendapat ahli hukum sebagai penguat argumentasinya dalam mengajukan tuntutan dan pembelaannya.
Ketiga, ilmu hukum berpengaruh dalam pendidikan hukum. Pendidikan hukum yang formal yakni di bangku sekolah dan yang informal di tengah masyarakat lewat media massa dan penyuluhan-penyuluhan sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum. Seorang mahasiswa di didik oleh seorang pengajar yang mempunyai status sebagai ahli hukum. Seorang ahli hukum mempunyai wawasan yang khas dan pernah sekurang-kurangnya meneliti hukum. Kualitas pengajar akan menentukan kualitas dari mereka yang diajar.
Keempat, ilmu hukum akan berpengaruh atas perkembangan dari bidang-bidang yang lainnya. Dalam suatu sistem hukum yang berusaha untuk mengatur segala hal atau segala bidang, maka sistem seperti itu bersifat progressif dan interventif. Sebab itulah bidang-bidang yang diatur itu memerlukan suatu kejelasan atas pengaturan tersebut.
Kelima, ilmu hukum berusaha untuk mengadakan sistematisasi. Bahan-bahan yang tercerai berai disatukan dalam suatu susunan yang bersifat komprehensif. Hasil sistematisasi menyajikan informasi yang memudahkan. Ilmu hukum juga menyajikan pertimbangan-pertimbangan. Adanya sejumlah data dan sejumlah peraturan tidak cukup bermakna. Semua itu harus dianalisa. Analisa atas suatu peraturan akan memudahkan pemahaman atas peraturan itu.
Dan selanjutnya, ilmu hukum mempunyai fungsi sebagai pencerah terhadap kebekuan yang melanda dunia hukum. Hukum adakalanya diabaikan bukan semata-mata demi hukum tetapi untuk sesuatu yang lebih mulia yakni terwujudnya keadilan yang diridhloi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Sebab itu dalam situasi hukum yang legalistis dan beku, maka ilmu hukum berfungsi memberikan pencerahan dengan mengajukan pemikiran-pemikiran dan kemungkinan-kemungkinan baru.
C. Objek pengkajian filsafat hukum
Ada pendapat yang mengatakan bahwa karena filsafat hukum merupakan bagian khusus dari filsafat pada umumnya, maka berarti filsafat hukum hanya mempelajari hukum secara khusus. Sehingga, hal-hal non hukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat hukum. Penarikan kesimpulan seperti ini sebetulnya tidak begitu tepat. Filsafat hukum sebagai suatu filsafat yang khusus mempelajari hukum hanyalah suatu pembatasan akademik dan intelektual saja dalam usaha studi dan bukan menunjukkan hakekat dari filsafat hukum itu sendiri.
Sebagai filsafat, filsafat hukum tunduk pada sifat-sifat, cara-cara dan tujuan-tujuan dari filsafat pada umumnya. Di samping itu, hukum sebagai obyek dari filsafat hukum akan mempengaruhi filsafat hukum. Dengan demikian secara timbal balik antara filsafat hukum dan filsafat saling berhubungan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan obyek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.
Pertanyaan tentang apa apa hakikat hukum itu sekaligus merupakan pertanyaan filsafat hukum juga. Pertanyaan tersebut mungkin saja dapat dijawab oleh ilmu hukum, tetapi jawaban yang diberikan ternyata serba tidak memuaskan. Menurut Apeldorn , hal tersebut tidak lain karena ilmu hukum hanya memberikan jawaban yang sepihak. Ilmu hukum hanya melihat gejala-gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh pancaindra manusia mengenai perbuatan-perbuatan manusia dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Sementara itu pertimbangan nilai di balik gejala-gejala hukum, luput dari pengamatan ilmu hukum. Norma atau kaidah hukum, tidak termasuk dunia kenyataan (sein), tetapi berada pada dunia nilai (sollen), sehingga norma hukum bukan dunia penyelelidikan ilmu hukum.
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldorn, sebagaimana dikutip dari Immanuel Kant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi hukum. Definisi (batasan) tentang hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut mana mereka melihatnya.
Ahli hukum Belanda J. van Kan , mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam mayarakat. Pendapat tersebut mirip dengan definisi dari Rudolf von Ihering, yang menyatakan bahwa hukum bahwa hukum adalah keseluruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana orang harus berperilaku. Pendapat ini di dukung oleh ahli hukum Indonesia, Wiryono Prodjodikoro , yang menyatakan hukum adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah lau orang-orangsebgai anggota suatu masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat itu. Selanjutnya Notohamidjoyo berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulisyang biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antar negara, yang berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan kedamaian dalam masyarakat.
Definisi-definisi tersebut menunjukkan betapa luas sesungguhnya hukum itu. Keluasan bidang hukum itu dilukiskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dengan menyebutkan sembilan arti hukum. Menurut mereka, hukum dapat diartikan sebagai : (1) ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran; (2) disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi ; (3) norma, yakni pedoman atau patokan siakap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan; (4) tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis; (5) petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer) ; (6) keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi ; (7) proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan; (8) sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk untuk mencapai kedamaian; (9) jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Dengan demikian, apabila kita ingin mendefinisikan hukum secara memuaskan, kita harus dapat merumuskannya dalam suatu kalimat yang cukup panjang yang meliputi paling tidak sembilan arti hukum di atas.
Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka masalah atau pertanyaan yang dibahas oleh filsafat hukum itupun antara lain berkaitan dengan hukum itu sendiri, seperti hubungan hukum dengan kekuasaan, hubungan hukum kodrat dengan hukum positif, apa sebab orang menaati hukum, apa tujuan hukum, sampai pada masalah-masalah kontemporer seperti masalah hak asasi manusia, keadilan dan etika profesi hukum.
Selanjutnya Apeldorn , menyebutkan tiga pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat hukum, yaitu : (1) adakah pengertian hukum yang berlaku umum ; (2) apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum ; dan (3) adakah sesuatau hukum kodrat. Lili Rasyidi menyebutkan pertanyaan yang menjadi masalah filsafat hukum, antara lain : (1) hubungan hukum dengan kekuasaan ; (2) hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya ; (3) apa sebabnya negara berhak menghukum seseorang ; (4) apa sebab orang menaati hukum ; (5) masalah pertanggungjawaban ; (6) masalah hak milik ; (7) masalah kontrak ; (8) dan masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.
Apabila kita perbandingkan antara apa yang dikemukakan oleh Apeldorn dan Lili Rasyidi tersebut, tampak bahwa masalah-masalah yang dianggap penting dalam pembahasan filsafat hukum terus bertambah dan berkembang, seiring dengan perkembangan zaman. Demikian pula karena semakin banyaknya para ahli hukum yang menekuni dunian filsafat hukum.
D. Urgensi dan relevansi filsafat hukum
Kita tidak dapat memungkiri, bahwa perkembangan ilmu dan teknologi begitu pesatnya. Dengan ilmu yang dimiliki manusia, sudah banyak masalah yang berhasil dipecahkan. Rahasia alam semesta, misalnya, telah banyak diungkapkan melalui kemajuan ilmu tersebut, yang pada gilirannya menghasilkan teknologi-teknologi spektakuler, seperti bioteknologi, teknologi di bidang komputer, komunikasi maupun ruang angkasa. Akan tetapi sebanyak dan semaju apapun ilmu yang dimiliki manusia, tetap saja ada pertanyaan-pertanyaan yang belum berhasil dijawab. Maka ketika ilmu tidak lagi mampu menjawab, pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi porsi pekerjaan filsafat.
Berfilsafat adalah berfikir. Hal ini tidak berarti setiap berfikir adalah berfilsafat, karena berfilsafat itu berfikir dengan ciri-ciri tertentu. Ada beberapa ciri berpikir secara kefilsafatan, yaitu :
1. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal. Radikal berasal dari kata Yunani, radix yang berarti “akar”. Berfikir secara radikal adalah berfikir sampai ke akar-akarnya. Berfikir sampai ke hakikat, essensi, atau samapai ke substansi yang dipikirkan. manusia yang berfilsafat tidak puas hanya memperoleh pengetahuan lewat indera yang selalu berubah dan tidak tetap. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan inderawi.
2. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara universal (umum). Berfikir secara universal adalah berfikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum dari ummat manusia (common experience of mankind). Dengan jalan penjajakan yang radikal, filsafat berusaha untuk sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang universal. Bagaimana cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai sasaran pemikirannya dapat berbeda-beda. Akan tetapi yang dituju adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal khusus yang ada dalam kenyataan.
3. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual. Yang dimaksud dengan konsep di sini adala hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal sertya proses-proses individual. Berfilsafat tidak berfikir tentang manusia tertentu atau manusia khusus, tetap[i berfikir tentang manusia secara umum. Dengan ciri yang konseptual ini, berfikir secara kefilsafatan melampoi batas pengalaman hidup sehari-hari.
4. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir (logis). Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi. Baik koheren maupun konsisten, keduanya dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu runtut. Adapun yang dimaksud runtut adalah bagan konseptual yang disusun tidak terdiri atas pendapat-pendapat yang saling berkontradiksi di dalamnya.
5. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem yang artinya kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu. Dalam mengemukakan jawaban terhadap sesuatu masalah, digunakan pendapat atau argumen yang merupakan uraian kefilsafatan yang saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensif. Komprehensif adalah mencakup secara menyeluruh. Berfikir secara kefilsafatan berusaha untuk menjelaskan fenomena yang ada di alam semesta secara keseluruhan sebagai suatu sistem.
7. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas. Sampai batas-batas yang luas, setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural, atau religius. Sikap-sikap bebas demikian ini banyak dilukiskan oleh filsuf-filsuf dari segala zaman. Socrates memilih minum racun dan menatap maut daripada harus mengorbankan kebebasannya untuk berpikir menurut keyakinannya. Spinoza karena khawatir kehilangan kebebasannya untuk berfikir, menolak pengangkatannya sebagai guru besar filsafat pada Universitas Heidelberg.
8. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan dengan pemikiran yang bertanggungjawab. Pertangungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya. Di sini tampak hubungan antara kebebasan berfikir dalam filsafat dengan etika yang melandasinya.
Sebagaimana berfikir secara kefilsafatan, maka pemikiran filsafat hukum juga memiliki beberapa sifat atau karakteritik khusus yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain. Pertama, filsafat hukum memiliki karakteristik yang bersifat menyeluruh dan universal. Dengan cara berfikir holistik tersebut, maka siapa saja yang mempelajari filsafat hukum diajak untuk berwawasan luas dan terbuka. Mereka diajak untuk menghargai pemikiran, pendapat dan pendirian orang lain. Itulah sebabnya dalam filsafat hukumpun dikenal pula berbagai aliran pemikiran tentang hukum, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian diharapkan para cendekiawan hukum, tidak bersikap arogan dan apriori, bahwa disiplin ilmu yang dimilikinya lebih tinggi dengan disiplin ilmu yang lainnya.
Kemudian filsafat hukum dengan sifat universalitasnya, memandang kehidupan secara menyeluruh, tidak memandang hanya bagian-bagian dari gejala kehidupan saja atau secara partikular. Dengan demikian filsafat hukum dapat menukik pada persoalan lain yang relevan atau menerawang pada keseluruhan dalam perjalanan reflektifnya, tidak sekedar hanya memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Dalam filsafat hukum, pertimbangan-pertimbangan di luar obyek adalah salah satu ciri khasnya. Filsafat hukum tidak bersifat bebas nilai. Justru filsafat hukum menimba nilai yang berasal dari hidup dan pemikiran.
Ciri yang kedua, filsafat hukum juga memiliki sifat yang mendasar atau memusatkan diri pada pertanyaan-pertanyaan mendasar (basic or fundamental questions). Artinya dalam menganalisis suatu masalah, seseorang diajak untuk berpikir kritis dan radikal. Dengan mempelajari dan memahami filsafat hukum berarti diajak untuk memahami hukum tidak dalam arti hukum positif belaka. Orang yang mempelajari hukum dalam arti positif belaka, tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik. Apabila orang itu menjadi hakim misalnya, dikhawatirkan ia akan menjadi hakim yang bertindak selaku “corong undang-undang” semata.
Ciri berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sifat filsafat yang spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara negatif sebagai sifat gambling. Sebagai dinyatakan oleh Suriasumantri , bahwa semua ilmu yang berkembang saat ini bermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka yang mempelajari filsafat hukum untuk berpikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang baru. Memang, salah satu ciri orang yang berpikir radikal adalah senang kepada hal-hal yang baru. Tentu saja tindakan spekulatif yang dimaksud di sini adalah tindakan yang terarah, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan berpikir spekulatif dalam arti positif itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama. Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum. Pertanyaan-pertanyaan itu menimbulkan rasa sangsi dan rasa terpesona atas suatu kebenaran yang dikandung dalam suatu persoalan. Apabila jawaban-jawabannya diperoleh maka jawaban-jawaban itu disusun dalam suatu sistem pemikiran yang universal dan radikal.
Kemudian ciri yang lain lagi adalah sifat filsafat yang reflektif kritis. Melalui sifat ini, filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah hukum secara rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban itu secara terus menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada dibalik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah kongkret. Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespodensi dan fungsinya. Filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai hukum.
Filsafat itu juga bersifat introspektif atau mempergunakan daya upaya introspektif. Artinya, filsafat tidak hanya menjangkau kedalaman dan keluasan dari permasalahan yang dihadapi tetapi juga mempertanyakan peranan dari dirinya dan dari permasalahan tersebut. Filsafat mempertanyakan tentang struktur yang ada dalam dirinya dan permasalahan yang dihadapinya. Sifat introspektif dari filsafat sesuai dengan sifat manusia yang memiliki hakekat dapat mengambil jarak (distansi) tidak hanya pada hal-hal yang berada di luarnya tetapi juga pada dirinya sendiri.
Sebagai bahan perbandingan, Radhakrisnan dalam bukunya The History of Philosophy, mengemukakan pula tentang arti penting mempelajari filsafat, termasuk dalam hal ini mempelajari filsafat hukum, bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbing kita untuk maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah, dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menopang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang tergolong ke dalam berbagai bangsa, ras dan agama itu mengabdi kepada cita-cita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya.
Adanya karakteristik khusus dari pemikiran filsafat hukum di atas sekaligus juga menunjukkan arti pentingnya. Dengan mengetahui dan memahami filsafat hukum dengan berbagai sifat dan karakternya tersebut, maka sebenarnya filsafat hukum dapat dijadikan salah satu alternatif untuk ikut membantu memberikan jalan keluar atau pemecahan terhadap berbagai krisis permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia dalam proses reformasi ini. Tentu saja kontribusi yang dapat diberikan oleh filsafat hukum dalam bentuk konsepsi dan persepsi terhadap pendekatan yang hendak dipakai dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi. Pendekatan mana didasarkan pada sifat-sifat dan karakter yang melekat pada filsafat hukum itu sendiri.
Dengan pendekatan dan analisis filsafat hukum, maka para para pejabat, tokoh masyarakat, pemuka agama dan kalangan cendekiawan atau siapapun juga dapat bersikap lebih arif dan bijaksana serta mempunyai ruang lingkup pandangan yang lebih luas dan tidak terkotak-kotak yang memungkinkan dapat menemukan akar masalahnya. Tahap selanjutnya diharapkan dapat memberikan solusi yang tepat. Karena penyelesaian krisis yang terjadi di negara kita itu tidak mungkin dapat dilakukan sepotong-potong atau hanya melalui satu bidang tertentu saja, tapi harus meninjau melalui beberapa pendekatan lain sekaligus (interdisipliner.atau multidisipliner).
Tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirinya paling benar atau paling jago dengan pendapatnya sendiri dan menafikan pendapat yang lain. Atau dengan kata lain hanya ingin menangnya sendiri tanpa mau menghargai pendapat orang lain. Karena masing-masing bidang atau cara pandang tertentu, mempunyai kelebihan dan keterbatasannya masing-masing. Justru pandangan-pandangan yang berbeda kalau dapat dikelola dengan baik, dapat dijadikan alternatif penyelesaian masalah yang saling menopang satu sama lain.
Apalagi krisis permasalahan yang melanda bangsa Indonesia sesungguhnya amat kompleks dan multidimensional sifatnya, mulai krisis ekonomi, politik, hukum, pemerintahan serta krisis moral dan budaya, yang satu sama lain berkaitan sehingga diperlukan cara penyelesaian yang terpadu dan menyeluruh yang melibatkan berbagai komponen bangsa yang ada. Dalam konteks ini diperlukan adanya kerjasama dan sinergi yang erat dari berbagai komponen tersebut. Maka pejabat pemerintah harus mendengar aspirasi dari rakyat, para pakar mau mendengar pendapat pakar lainnya, tokoh masyarakat harus saling menghormati terhadap dengan tokoh masyarakat yang lain. Semua bekerja bahu membahu dan menghindarkan diri dari rasa curiga, kebencian dan permusuhan. Dengan pendekatan dan kerangka berfikir filsafati seperti di atas, diharapkan dapat membantu ke arah penyelesaian krisis yang sedang menerpa bangsa Indonesia saat ini.
E. Kesimpulans
Penyelesaian krisis yang menimpa bangsa Indonesia tidak mungkin dapat dilaksanakan melalui pendekatan sepihak yang bertumpu pada satu persepsi atau bidang ilmu tertentu saja. Karena kalau itu yang terjadi, maka masing-masing pihak akan merasa bahwa pendapatnya yang paling benar dan cenderung meremehkan pendapat dari pihak lain. Oleh karena itu perlu adanya pendekatan yang lebih komprehensif dan integral, yaitu dengan pendekatan dan analisis filsafati. Karena pada dasarnya, semua bidang ilmu mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing, sehingga sudah seharusnya saling melengkapi satu sama lain. Filsafat dapat digunakan untuk menjembatani permasalahan ini.
Dan bagi kalangan cendekiawan, akademisi maupun praktisi yang menekuni dunia hukum, dapat memberikan konsepsi dan sumbangannya melalui berbagai cara, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam filsafat hukum yang bercirikan antara lain kritis, radikal, reflektif, introspektif dan universal. Adanya karakteristik dan nilai-nilai seperti itulah, sekaligus yang menunjukkan urgensi dan relevansinya, ketika pendekatan filsafat hukum menjadi pilihan.
Label:
artikel
Langganan:
Postingan (Atom)
Labels
- artikel (12)
- Demokrasi dan Politik (2)
- FAKULTAS (3)
- FAKULTAS HUKUM (1)
- Gambar BEM FH UNMER (4)
- HAM (1)
- kabar kegiatan (9)
- OKAPPS 2011 (1)
- PENGUMUMAN (3)
- Pers (1)
- Sejarah (1)
- Undang-Undang (4)
Popular Posts
-
kegiatan rutinan dept penalaran hukum (hakim,dan kawan-kawan),kamis-28 mei pukul 15.00 melaksanakan diskusi ringan di tubuh internal BEM yan...
-
Forum Silaturahmi yang terselenggara dengan baik dan sesuai apa yang sudah di tentukan oleh penyelenggara kegiatan saya ucapkan banyak2 t...
-
Kemerdekaan pers bukanlah "tujuan" melainkan "sarana" untuk mencapai tujuan tertentu. Secara ringkas, menurut A...
-
Bulan ini tepatnya pada tanggal 12 Mei kemarin tepat 12 tahun memperingati Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 ,awal dari runtuhnya orde baru dan l...
-
Oleh: Mohammad Yunuz ABSTRACT Bangsa Indonesia menghadapi suatu masalah serius yang harus dilalui dalam menjalankan agenda ref...